Seminar yang bertema "Indonesia di Tengah Tantangan Terorisme" tersebut diselenggarakan oleh Institut Demokrasi Republikan (IDR) sebuah LSM yang aktif dalam upaya deradikalisasi & kontraradikalisme. Saya mendapat bagian bicara mengenai ancaman terorisme sebagai ancaman dan bahaya yang nyata dan hadir (a clear and present danger), kendati dalam suasana pandemi di seluruh dunia. Negara seperti Indonesia dan negara2 ASEAN masih tetap akan menjadi target aksi dan gerakan teror transnasional kendati ISIS mengalami kekalahan dan kehancuran di Syria dan Irak. Bahkan dalam Indek tentang Ancaman Bahaya Terorisme Internasional pada 2019, Indonesia masih termasuk dalm kategori negara yang "menengah" dalam hal ancaman aksi terorisme.
Peristiwa penyerangan di kota Marawi, Filipina Selatan, di kota Palma, Mozambique, Afrika, dan aksi teror klmpk JAD di kota Makassar dan lone wolves di beberapa tempat lainnya, bisa dijadikan bukti aktifnya jejaring kelompok jihadi yang berafiliasi dengan jejaring terorisme transnasional seperti ISIS.
Karena itu, segenap upaya yang dilakukan Pemerintah untuk menguatkan kapasitas dalam penanggulangan ancaman tsb, seperti melalui pembentukan Perpres no 7/2021 (dikenal dengan singkatan Ran PE) perlu diapresiasi dan sekaligus dicermati: Bagaimana nanti dalam pelaksanaannnya di lapangan. Sebab kendati ada kebijakan yang bagus di atas kertas, jika tidak berjalan di lapangan, juga akan muspro.
Bagi saya, penanggulangan ekstremisme yang mengarah pada terorisme bukan hanya perlu didekati dengan hard power (kekuatan keras) saja, tetapi juga soft power (kekuatan lunak) danbahkan smart power (kekuatan cerdas), gabungan dari yang pertama dan kedua. Perpres Ran PE memang ditujukan pada penguatan soft power tsb, namun dalam pandangan saya, masih berorientasi kepada aparat negara sebagai sumber dan leading sectornya. Ini mungkin karena Perpres tsb memang ditujukan sebagai rujukan aparat bagi lembaga-lembaga Pemerintahan (pada aras Kabinet, LPNK, sampai Pemda).
Meski demikian, saya berharap bahwa dalam realisasinya nanti sektor masyarakat sipil dan komponennya adalah yang harus mendapat perhatian lebih besar dan menjadi pusat sebuah Gerakan Deradikalisasi Nasional (GDN). Ia bukan hanya sekedar sebuah program apalagi proyek belaka.
Meski demikian, saya berharap bahwa dalam realisasinya nanti sektor masyarakat sipil dan komponennya adalah yang harus mendapat perhatian lebih besar dan menjadi pusat sebuah Gerakan Deradikalisasi Nasional (GDN). Ia bukan hanya sekedar sebuah program apalagi proyek belaka.
Simak tautan ini:
1. https://nusantara.rmol.id/read/2021/04/10/482809/Mantan-Menristek-Ungkap-Kelompok-Teroris-Manfaatkan-Situasi-Pandemi-
2. https://infopublik.id/kategori/gpr-news/508686/pandemi-tak-halangi-penanggulangan-terorisme
3. https://m.antaranews.com/berita/1870640/mahfud-situasi-pandemi-tidak-mengurangi-ancaman-terorisme
4. https://inisiatifnews.com/nasional/2021/04/10/tangani-ancaman-terorisme-hikam-nilai-ran-pe-perlu-libatkan-publik/?amp=1
5. https://news.detik.com/video/191013019/as-hikam-nilai-teroris-mendompleng-situasi-politik
2. https://infopublik.id/kategori/gpr-news/508686/pandemi-tak-halangi-penanggulangan-terorisme
3. https://m.antaranews.com/berita/1870640/mahfud-situasi-pandemi-tidak-mengurangi-ancaman-terorisme
4. https://inisiatifnews.com/nasional/2021/04/10/tangani-ancaman-terorisme-hikam-nilai-ran-pe-perlu-libatkan-publik/?amp=1
5. https://news.detik.com/video/191013019/as-hikam-nilai-teroris-mendompleng-situasi-politik
0 comments:
Post a Comment