Sebagai tokoh yang mementingkan kedamaian dan menghindarkan konflik, termasuk yang mengeksploitasi teologi, almaghfurlah Gus Dur (GD) sering dihadapkan dengan masalah-masalah yang nyerempet2 tafsir teologis. Beliau sedapat mungkin "menjawab" secara retorik, faktual, dan sebisa mungkin "win-win" alias tak membuat salah satu pihak kehilangan muka.
Misalnya pertanyaan teologis: "Siapa sebenarnya yang menjadi kurban dalam peristiwa Iedul Qurban? Apakah Nabi Ishaq atau Nabi Ismail?". Pertanyaan ini jelas tak mungkin dijawab dengan jawaban teologis juga, tanpa meriskir debat yang tak berujung.
Almaghfurlah GD, seperti biasa, melontarkan jawaban retorik tetapi faktual dengan implikasi bahwa soal teologis tak bisa diselesaikan secara hitam putih seperti soal matematika. Jawaban yang diperlukan adalah yang bisa menghindarkan dari konflik antar kedua belah pihak.
Maka almaghfurlah menjawab dg humor saja: "Lha faktanya yg disembelih kan kambing domba, bukan Nabi Ishaq atau Nabi Ismail. Gak usah diributkan." Dengan jawaban yang bukan teologis itu beliau menghindar dari sebuah 'deja vu' perdebatan yang tak mungkin selesai selama kedua keyakinan yang berbeda tersebut ada. Sebaliknya beliau mengajak semua untuk melihat fakta yang disepakati kedua pihak: sebuah ibadah/ ritual pengurbanan hewan sebagai pertanda kepatuhan dan kedekatan kepadaNya
Sebuah kepiawaian resolusi konflik yang luar biasa. Alfatihah untuk almaghfurlah Gus Dur dan selamat Iedul Qurban 1441H.
Sumber:
0 comments:
Post a Comment