Ada harapan bahwa penurunan ketegangan di Timteng masih terbuka, kendati Iran telah melakukan aksi "balasan" berupa serangan rudal dengan target dua pangkalan militer AS di Irak. Sebab serangan tsb dilancarkan sebagai peringatan terhadap Trump bhw Iran mampu melakukan perlawanan dan serangan yang sepadan. Sejauh ini belum ada korban jiwa baik pasukan AS maupun Irak karena memang Iran sengaja menahan diri dari perluasan konflik (the escalation of conflict).
Aksi serangan rudal Iran tsb, menurut pendapat saya, lebih ditujukan untuk merespon dan mengkanalisasi kemarahan rakyatnya terhadap Trump atas terbunuhnya Jend Qaseem Soleimani dan, sekaligus, membuktikan bahwa negara tsb mampu melakukan balasan dalam bentuk aksi militer. Jika Iran mau melakukan serangan yang lebih keras dan berdampak serius terhadap sasaran-sasaran strategis milik AS di Irak, dan bahkan di kawasan Timteng lainnya, tentu bisa juga.
Respon Trump dalam pidatonya pasca serangan balasan tsb juga tak lagi menampilkan arogansi berlebihan dan bahkan ada yg menganggapnya membuka jalan bagi peredaan ketegangan dengan Iran. Kendati Trump masih mengancam akan melakukan sanksi ekonomi, dan meminta NATO untuk terlibat, namun hal tsb tak akan terlalu membahayakan Iran maupun kawasan dibanding dengan jika eskalasi perang tak terbendung.
Tentu saja masih terlalu pagi untuk menyimpulkan bahwa konflik AS-Iran akan usai dalam tempo singkat. Apalagi jika diperhitungkan kebiasaan Trump berubah pikiran dan berperilaku erratic setiap saat, sehingga bisa membuat keputusan dan melakukan aksi2 di luar nalar sehat yang berdampak serius terhadap kebijakan polugri dan keamanan.
Dunia menginginkan agar rakyat AS, sekutu AS di Eropa, dan masyarakat Internasional terus mendesak Trump untuk menghentikan penggunaan kekerasan dan, sebaliknya, mendorongnya melakukan deeskalasi konflik di kawasan. Sebuah keinginan yang barangkali sulit diwujudkan dalam tenpo singkat, tetapi tetap layak utk diperjuangkan.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment