Aspirasi sebagian Kyai NU yang disampaikan oleh KH. Said Aqil Siraj (SAS), Ketum PBNU, terkait pemilihan Presiden oleh MPR adalah hal yang sah sebagai perwujudan hak warganegara utk menyatakan pendapat yang dilindungi oleh konstitusi kita.
Namun, menurut hemat saya, yang perlu digarisbawahi adalah fakta bahwa aspirasi para Kyai tsb BUKAN merupakan keputusan resmi PBNU. Hal ini juga dikemukakan oleh SAS sendiri dalam statemennya. Memang aspirasi tsb didasari oleh hasil Munas NU 2012. Tetapi konteks keputusan Munas NU tsb adalah terkait dengan penyelenggaraan Pilkada langsung. Perlu diakui pula, ada pendapat yg mengatakan bahwa hasil Munas NU tsb bisa ditafsirkan layak untuk dijadikan dasar bagi soal Pilpres, tetapi ada juga yang mengatakan tidak demikian. Pilkada dan Pilpres adalah dua hal yg sangat berbeda dlm lingkup dan levelnya.
Bagi saya, terlepas dari adanya justifikasi Munas NU tsb, statemen Ketum PBNU di atas seharusnya diletakkan pada proprsinya yang tepat, yakni masih bersifat aspirasi pribadi dan/ atau atas nama pribadi-pribadi sebagian Kyai. Saya yakin ada juga yang masih konsisten dengan hasil refornasi yang melakukan amandemen thd Konstitusi, termasuk dalam hal ini adalah penyelenggaraan pemilihan Presiden yang langsung oleh rakyat Indonesia.
Argumentasi bhw pilpres langsung menyebabkan biaya politik tinggi tak cukup sahih dan/atau solid, apalagi hal itu telah dipraktikkan sejak 2004 dan dunia mengakuinya sebagai pilpres yang demokratis. Tambahan lagi, saya sebagai seorang Gusdurian juga percaya bhw almaghfurlah GD akan lebih condong kepada pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Keyakinan saya ini berdasar pada pemahaman atas sikap beliau yang konsisten mendukung sistem yang lebih mencerminkan prinsip dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Dapat diperkirakan dengan mudah bahwa parpol dan fraksi pro pilpres tidak langsung, seperti PDIP, Golkar, PKB dll, akan berusaha mengapropriasi statemen SAS tsb, dan mereka akan terus mempropagandakannya, seakan2 aspirasi itu sudah menjadi "usulan" resmi PBNU. Ini yang mesti ditolak karena cenderung mengarah kepada pembohongan publik. Semoga para nahdliyyin dan publik di Indonesia mencermati dengan cerdas dan mendalam permainan para elit parpol dan politisi yang, menurut saya, tak lagi konsisten dengan amanat Reformasi tsb. IMHO.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment