Penolakan keras terhadap AHOK untuk jadi boss BUMN, bukan hanya soal karena pribadinya. Tetapi juga karena Ahok, bagi sebagian orang, sudah menjadi IKON penting utk melakukan RESISTENSI terhadap PJ. Nama mantan Gubernur DKI itu bukan sebuah penanda tunggal yg berhenti kepada individu atau orang tertentu, dengan segala karakter dan kiprahnya. Ahok adalah juga penanda yang sangat penting sebgai representasi kekuasaan yang mesti dilawan.
Ahok adalah sebuah simbol sejarah perjuangan dan perlawanan dengan segala memori dan narasi tentang keberhasilan dan kemenangan. Ahok membangunkan ingatan tentang kekuatan massa jutaan ummat yang mampu mengalahkan kekuatan rezim dan melahirkan kepemimpinan baru di ibukota Republik.
Menolak Ahok, jadinya, adalah semacam simbolisasi perlawanan terhadap PJ. Alasan-alasan retorik yg muncul di ruang publik, misalnya, kualitas, kualifikasi, dan masa lalu Ahok memang bisa saja diutarakan secara "ndakik-ndakik," detil, dan menarik, bahkan bisa saja terdengar "ilmiah" atau "moralistik." Tapi itu semua hanyalah simulakra.
Poinnya, menurut hemat saya, bukan pada retorika. Poinnya adalah menolak Ahok merupakan sebuah perlawanan ideologis dan politis. Jadi ibaratnya, Ahok diangkat jadi boss HANSIP pun akan ditolak rame-rame dengan dalih macam-macam dan, mungkin, aneh-aneh.
Welcome to the post-truth politics ala Indonesia!
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment