Kendati mungkin sangat sulit untuk memisahkan antara dua dimensi tsb, tetapi kita bisa mencoba membedakannya. Setidaknya, demikianlah pandangan saya thd upaya almaghfurlah Gus Dur, Presiden RI ke 4, dalam mencarikan solusi masalah Papua melalui pendekatan kultural. Salah satunya adalah terkait pengibaran bendera bintang kejora.
Paradigma Gusdurian berlandaskan pada sebuah keyakinan bahwa Papua sebagai bagian tak terpisahkan dari NKRI adalah FINAL. Upaya apapun juga yg bertujuan MEMISAHKAN wilayah paling Timur Indonesia tsb dari pangkuan ibu pertiwi HARUS ditolak. Termasuk dengan penegakan hukum sesuai dengan konstitusi RI dan perundang-undangan yg berlaku.
Pendekatan budaya dalam paradigma Gusdurian berarti mendukung upaya penyelesaian konflik dan mencari solusi terhadap masalah2 yg dirasakan rakyat Papua dengan memanfaatkan khazanah ekspressi budaya. Lambang daerah seperti bintang kejora, apabila dimaknai sebagai salah satu ekspressi budaya tentu tidak bermasalah. Bagi GD bendera tsb statusnya tidak akan pernah sama dan tidak boleh disamakan dengan sang saka Merah Putih yg merupakan lambang NEGARA RI.
Yang menjadi persoalan adalah ketika pemahaman tsb ternyata mengalami distorsi dan bahkan sengaja dimanipulasi oleh pihak2 tertentu yang bertujuan memisahkan Papua dari NKRI. Mrk melakukan apropriasi thd lambang budaya tsb dan memaknai serta menggunakannya sebagai lambang negara Papua merdeka.
Dalam wacana dan praksis konflik Papua masalah bendera bintang kejora itu pun lantas menjadi arena PEREBUTAN makna: budaya atau politik. Salah satu implikasinya adalah kesulitan menentukan apakah ketika individu dan/atau kelompok mengibarkannya, apakah ia /mrk merepresentasikan pemakaian lambang tsb sebagai ekspressi budaya Papua atau politik pemisahan dr NKRI?
Bagi saya, selama paradigma yg mendasari wacana dan praksis pengibaran bendera bintang kejora masih bertabrakan, maka tidak mungkin ada titik temu. Pihak separatis hanya akan memanipulasi solusi budaya GD demi kepentingan politiknya. Sebaliknya pihak aparat gakkum akan punya legitimasi dan alasan utk melarang pengibaran lambang budaya tsb karena dianggap sebagai ekspressi politik separatis. IMHO
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment