Wacana publik tentang perlunya rekonsiliasi antara dua tokoh politik yang baru saja usai berlaga dalam Pilpres 2019, Presiden Jokow dan Prabowo Subianto (PJ & PS) semakin ramai. Faktanya upaya pendekatan politik ke arah tersebut telah dijajagi, khususnya oleh PJ dan para pembantu beliau di Istana. Bahkan, tak kurang dari Wapres Jusuf Kalla (JK) yang sudah bertemu langsung dengan PS.
Masalahnya, belum ada tanda-tanda terang bahwa kedua tokoh puncak dalam perpolitikan nasional tsb akan bertemu dalam tempo dekat agar rekonsiliasi yang diharapkan itu terwujud. Mengapa?
Dalam dialog di CNN TV kali ini, bersama pakar komunikasi politik Hendri Satrio (HS) dari KedaiKopi, dan dipandu oleh Budi Adiputra (BA) dari CNN TV, saya memberikan beberapa pandangan:
1. Rekonsiliasi politik adalah keniscayaan yg cepat atau lambat akan terjadi antara PJ-PS. Sebab resiko dari tak adanya rekonsiliasi tsb bisa menciptakan gejolak dan ancaman stabilitas politik pasca-Pemilu 2019.
2. Rekonsiliasi politik bisa berarti dua hal: a) Sebagai proses, yaitu upaya mempertemukan pihak-pihak yang berkonflik agar tercapai keseimbangan, dan; b) Sebagai tujuan (goal), yaitu pulihnya kembali kelembagaan politik agar bisa berfungsi sebagaimana yang disepakati dlm demokrasi konstitusional
3. Rekonsiliasi bukan soal bagi-bagi posisi politik, walaupun hal itu terbuka utk dilakukan. Namun bagi saya kembalinya fungsi DPR, Pemerintah, dan Yudikatif sebagai pilar demokrasi adalah utama dan terutama.
4. PJ sudah sangat aktif melakukan proses rekonsiliasi tetapi, sebagaimana beliau akui, sampai hari ini belum berhasil. Hemat saya ini terjadi karena masih belum "selesai"nya urusan internal kubu 02 sehingga menjadi "beban politik" bagi PS untuk melakukan pertemuan dg PJ.
5. Salah satu problem dan beban yg paling berat bagi PS adalahj bagaimana melepaskan diri dari pengaruh elemen pendukung pencapresan beliau, khususnya dari kelompok Islam politik yang sulit untuk menerima paradigma rekonsiliasi sebagai solusi konflik. Pihak ini, ditambah sebagian kalangan mantan jenderal, lebih memilih paradigma konflik ketimbang rekonsiliasi. Itulah sebabnya, menurut saya, kealotan terjadi dan PS terkesan menunda-nunda. Diperlukan ketegasan PS untuk mengambil jarak dr kelompok-2 tsb demi kepentingan demokrasi dan bangsa.
6. Rekonsiliasi di lapis bawah dan masyarakat sipil bisa dilakukan secara simultan dengan meminta bantuan para tokoh dan organisasi masy sipil. Masyarakat lapis bawah secara riil akan lebih cepat beradaptasi dg realitas baru. Yang mungkin masih akan susah adalah komunitas dunia maya ayang sangat mudah tersulut oleh sensasi, hoax, dan bahkan fitnah, sehingga bisa memperkuat potensi konflik.
Silakan menyimak video rekaman YouTube di bawah ini dan memberikan komentar. Trims (MASH)
0 comments:
Post a Comment