Dalam dokumen Deklarasi Persaudaraan Kemanusiaan (Human Fraternity Declaration) yang ditandatangani oleh Sri Paus Fransiskus dan Syaikh Al-Azhar, Ahmad al- Thayeb, pada 4 Februari 2019, di Abu Dhabi (selanjutnya saya sebut dengan Deklarasi Abu Dhabi) antara lain dinyatakan pentingnya penggunaan konsep kewarganegaraan (citizenship) sebagai landasan membangun persaudaraan ummat dan kemanusiaan.
Konsep kewarganegaraan tersebut dipahami sebagai berikut:
"The concept of citizenship is based on the equality of rights and duties, under which all enjoy justice. It is therefore crucial to establish in our societies the concept of full citizenship and reject the discriminatory use of the term minorities which engenders feelings of isolation and inferiority"
(Konsep kewarganegaraan didasarkan atas persamaan hak-hak dan kewajiban, di atas mana semua orang menikmati keadilan. Oleh karenanya sangat penting untuk membangun konsep kewarganegaraan penuh di masyarakat kita, dan menolak pemakaian secara diskriminatif istilah minoritas-minoritas yang akan memperkuat rasa terisolasi dan inferioritas." Terjemahan penulis )
Konsep kewarganegaraan itu sangat relevan di dalam masyarakat seperti Indonesia, dan ia berkesesuaian juga dengan Konstitusi RI, UUD 1945, yang menjadi dasar kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kita sebagai bangsa seharusnya bangga dan menjadi pelopor serta contoh dalam penggunaan konsep kewarganegaraan tsb bagi bangsa lain di dunia, termasuk dunia Islam.
Melalui pemahaman yang tepat tentang kewarganegaraan, maka relasi-relasi baik individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan dapat menghindari keterpecah belahan dan meningkatkan kualitas solidaritas kebangsaan. Sebab standar utama kewarganegaraan adalah hak dan kewajiban asasi yang mengatasi sekat-sekat identitas primordial dan kelas sosial, serta menolak segala bentuk diskriminasi.
Dalam masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia, konsep kewarganegaraan seperti itu, menjadi landasan pembentukan sistem demokrasi yang partisipatoris dan bermuara kepada keadilan sosial. Pembedaan sosiologis dan politis seperti mayoritas-minoritas umpamanya, tidak bisa dijadikan justifikasi bagi kebijakan publik yang bernuansa diskriminatif. Sebab kategori seperti itu jika secara semena-mena digunakan akan menciptakan keterasingan dan keterpecahan dalam sistem sosial.
Deklarasi Abu Dhabi untuk Persaudaraan Kemanusiaan (Human Fraternity Declaration) itu sudah semestinya kita dukung dan sosialisasikan dalam komunitas dan masyarakat serta pemimpin-pemimpin kita. Insya Allah konsep kewarganegaraan, yang dipromosikan oelh dua pemimpin agama besar dunia, itu akan memperkuat kesadaran dan semangat kita memperkokoh NKRI dan membendung bahaya sektarianisme, intoleransi, dan radikalisme. Amin.
0 comments:
Post a Comment