Acara yang ditunggu oleh rakyat, dan khususnya para calon pemilih, di seluruh Indonesia, yaitu debat capres 2019 yang pertama telah berlangsung pada 17 Januari malam. Pasangan 01 (Petahana, Jokowi-Maruf- Amin/PJ-MA) dan penantangnya, pasangan 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno/PS-SU) telah menampilkan visi & missi mereka terkait masalah-masalah HAM, korupsi, dan Terorisme. Debat yang berlangsung sekitar 90 menit itu, dimoderatori oleh Iwn Priyono dan Ira Koesno dan terdiri atas 6 segmen. Berikut ini adaah lanjutan dari laporan sebelumnya, yakni segmen keenam atau penutup debat pertama, yang akan disusul dengan review saya secara umum.
d. Segmen Keenam: Penutup
Paslon 01 menyampaikan pernyataan penutupnya dengan menyatakan bahwa pihaknya sudah paham dengan masalah yang dihadapi negara dan tahu apa yang harus dilakukan. Ditekankan bahwa paslon 01 tidak memiliki potongan diktator atau otoriter, tak memiliki rekam jejak sebagai pelanggar HAM, tak pernah punya rekam jejak melakukan kekerasan atau rekam jejak terlibat korupsi. Sebagai paslon dalam Pilpres, paslon 01 akan mempertaruhkan jabatan dan reputasi serta menggunakan semua kewenangan yang dimilki untuk perbaikan bangsa. Paslon 01 tidak mengelaborasi lebih jauh dan juga tidak menyatakan apresiasi terhadap pihak penantang, yang diminta oleh moderator sebelum segmen ini dimulai dan diulang beberapa kali.
Paslon 02 menyampaikan pernyataan penutup dengan menekankan lagi pentingnya kepastian hukum, penegakan hukum, dan institusi-institusi hukum terutama Hakim, Jaksa, dan Polisi sebagai prasyarat negara yang kuat. Mereka berjanji akan memperbaiki dan menyelesaikan akar masalah dalam maslah bangsa. Kebocoran akan dihentikan, meningkatkan tax ratio, dan meningkatkan pendapat Hakim, Jaksa dan Polisi sehingga tidak akan melakukan korupsi. Mencari “the best and the brightest” di lembaga-lembaga tsb agar menjadi pilar sehingga bebas dari korupsi. Paslon 02 juga tidak memberikan apresiasi terhadap lawan debatnya dalam pernyataan penutup ini.
Kedua paslon tampaknya tidak menganggap penting permintaan moderator agar penutup diisi dengan apresiasi dan statemen yang menyejukkan. Ini tentu menjadi catatan negatif dalam debat pertama ini, karena etiket untuk tetap bersikap santun di antara para pemimpin sangat penting, sebagai teladan anak bangsa. Sikap rendah hati (humility) dan santun (civil) khas orang Jawa yang biasanya menjadi trade mark Jokowi tak muncul . Paslon 01 lebih fokus dengan mengulang penyampaian janji komitmen kepada gakkum, khususnya kepastian hukum, peningkatan tax ratio, dan masalah kualitas Hakim, Jaksa, dan Polisi. Sama dengan sang petahana, Prabowo juga tidak memberikan apresiasi kepada petahana.
Skor:
01 = B
02 = B
3. Review Debat Pertama Capres-Cawapres 2019
1. Debat pertama ini masih belum menyajikan penyampaian platform dan strategi kebijakan yang substantif baik oleh petahana maupun penantangnya. Demikian pula suatu perdebatan yang mampu menjadi petunjuk bagi publik untuk benar-benar melihat perbedaan yang jelas yang membantu mereka menentukan pilihan atas kedua paslon terkait masalah strategis terkait hukum, HAM, korupsi, dan terorisme. Kendati pihak petahana dan penantang cukup fasih untuk menjawab pertanyaan baik dari panelis maupun dari paslon lawan mereka, kecenderungan yang mencolok adalah jawaban superfisial atau di permukaan. Data dan fakta yang muncul hanya sedikit dan lebih banyak statemen normative yang publik sudah sangat hapal. Mereka menghindari pendalaman isu sensitive seperti terorisme dan pelanggaran HAM berat.
2.Format yang digunakan debat pertama ini tidak memungkinkan elaborasi suatu masalah yang sebenarnya memerlukan pendalaman. Dalam format ini, moderator sangat pasif sehingga tidak mungkin mengarahkan debat kepada pendalaman masalah. Alih-alih, peran moderator hanya menjadi “polisi” waktu dan pengirim/pembaca pertanyaan. Pemberian kisi-kisi pertanyaan kepada para paslon sebelum berdebat, memang mengurangi ketegangan dan kemungkinan kegaduhan. Tetapi ia harus dibayar mahal dengan kurangnya interaksi dalam debat antar paslon maupun antara paslon dengan audiens dan publik. Paslon sibuk membaca contekan yang, walaupun bukan hal yang salah, mengganggu alur dan bahkan membuat jawaban seperti dipaksakan.
3. Kedua paslon masih miskin dalam fokus pemahaman materi. Walaupun ada momen-momen utk melakukan “jab-jab” dan “uppercut,’ untuk meminjam istilah dari olah raga tinju, atau “political sound bites,” tetapi tanpa pendalaman materi dan fokus yang baik, akan terasa tidak nyambung. Tampilan paslon 01 yang mencoba keluar dari kebiasaan, yaitu tampil “galak”, dan usaha paslon 02 untuk mencairkan suasana pangung dengan menari, hemat saya kontra produktif. Paslon 02 malah mendapat cibiran dari publik!
4. Apakah format debat berikutnya akan berubah agar debat menjadi lebih mendalam, peran moderator lebih efektif untuk membuat paslon bicara lebih substantif, saya tidak tahu. Namun jika debat-debat berikutnya masih mengikuti model yang pertama ini, saya kira public Indonesia harus siap-siap menyaksikan tampilan debat capres yang masih kalah kualitas dan daya tariknya dengan debat cagub-cawagub DKI 2018.
5. Secara keseluruhan, skor paslon 01 masih unggul cukup telak (A, B, B, A, A, A, B, B), dibandingkan dengan skor paslon 02 (A, B, A, B-, B, B, C, B). Namun hal ini masih memerlukan pembuktian apakah pendalaman masalah dan kejelasan dalam kebijakan strategis akan ditingkatkan atau hanya puas sampai di situ saja. Petahana mempunyai tugas meyakinkan mereka yang belum menentukan pilihan (undecideds) yang jumlahnya sekitar 14% dan mereka yang berpotensi golput sebesar 20%.
Sekian dan sampai jumpa pada acara debat berikutnya.
0 comments:
Post a Comment