Sejarah dunia mengajarkan bhw politik "memberi hati" (politics of appeasement) telah menyebabkan menguatnya FASISME Jerman di bawah rezim Nazi. Gegara PM Inggris, Neville Chamberlain, memberi peluang (appeasing) kepada Adolf Hitler utk mencaplok wilayah Sudetenland di Cekoslowakia pd 1938 dengan alasan untuk menjaga perdamaian di Eropa, malah PD II dan kekejian kemanusiaan luar biasa terjadi.
Apabila pemerintah PJ melakukan "appeasement" atau memberi hati kepada elemen-elemen yang jelas mendukung RADIKALISME, dengan dalih menjaga ketenteraman dan harmoni politik jangka pendek, maka resiko menguatnya pengaruh kelompok RADIKAL dalam perpolitikan nasional juga harus diperhitungkan dengan sangat hati-hati, seksama, dan bertanggungjawab.
Ingat, sejarah NKRI sudah beberapa kali mencatat gerakan-gerakan kaum radikal, baik secara terbuka ataupun terselubung, yang sarat dengan kekerasan (hard radicalism) maupun yang bernuansa lunak (soft radicalism). Mereka semua punya tujuan akhir yg sama: Ingin menghancurkan dan menggantikan NKRI yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Tugas Konstitusional semua Pemerintah di Republik Indonesia adalah menjaga dan memertahankan eksistensi NKRI serta bangsa Indonesia dari ancaman tsb.
Politik appeasement, kendati tampak bagus dan menarik dipandang dari luar serta menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi sejatinya berbahaya dalam jangka panjang bagi bangsa Indonesia dan NKRI.
Tugas Pemerintah dan para pemimpin di negeri ini bukan hanya soal kesuksesan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi saja, tetapi yg utama dan terutama adalah: melestarikan, menjaga, dan mempertahankan (TO PRESERVE, PROTECT, & DEFEND) Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Presiden Sukarno berpesan: "JASMERAH," alias jangan sekali-sekali meninggalkan sejarah!!
0 comments:
Post a Comment