Dalam dialog Prime News CNN TV (15/08/2018), topik yang dibahas adalah dinamika politik pasca urungnya Prof Mahfud MD (MMD) menjadi cawpares Presiden Jokowi (PJ). Dalam dialog ini yang mengemuka adalah bagaimana sikap PBNU dan parpol yang memiliki kedekatan dengan warga nahdliyyin, PKB, merspon dampak testimoni MMD yang membuka upaya "penjegalan" terhadap beliau. Partner dialog saya adalah Dita Indah Sari (DIS), Wasekjen PKB, Imam Pituduh (IP), Wasekjen PBNU, dan Putri, pemandu CNN TV.
Hemat saya, baik pihak PBNU maupun PKB kini sedang menyiapkan dan/ atau melaksanakan semacam "damage gontrol management" terhadap dampak-dampak negatif yang mungkin akan berpengaruh buruk kepada citra keduanya, baik di mata warga nahdliyyin, pendukung partai, maupun publik pada umumnya. Penuturan MMD di TV One, yang kemudian diikuti oleh maraknya pemberitan media serta medsos, pada umumnya cenderung memberikan sinyal negatif terhadap PJ, PBNU, dan PKB, serta PPP.
Baik PKB maupun PPP adalah parpol-parpol yang dekat dengan warga nahdliyyin dan para pimpinannya, Muhaimin Iskandar (MI) dan Romahurmuzy (Romy), dikenal sebagai penolak MMD dalam pencawapresan kubu petahana. Elite PBNU, termasuk KH Ma'ruf Amin (MA) dan KH Said Aqil Siradj (SAS), Rais Aam dan Ketua Umum PBNU, adalah juga aspiran-aspiran cawapres PJ, dan MA lah yang pada akhirnya terpilih menjadi kandidat calon orang nomor dua di negeri ini. Karena itu elite PBNU dan kedua parpol tsb kini harus melakukan "damage control", baik yang diarahkan kepada internal organisasi dan publik.
Saya beranggapan bahwa, sejauh yang dikemukakan oleh para wakil PKB dan PBNU dalam dialog, keduanya masih bicara pada tataran proses politik umum dan cenderung meremehkan kemungkinan dampak dari rekayasa politik elite PBNU dan parpol, khususnya PKB. Bahkan ada nuansa menyalahkan MMD sebagai pihak yang kurang berkomunikasi dengan elite PBNU sebelum munculnya persoalan di ruang publik. Sayangnya tidak jelas apa yang dimaksud dengan komunikasi tsb dan dalam bentuk apa. Padahal pihak-pihak elite PBNU juga secara terbuka maupun tertutup melakukan berbagai manuver untuk menghentikan laju pencawapresan MMD.
Menurut pendapat saya, sampai saat ini masih terlalu pagi untuk menganggap kasus penjegalan ini sebagai hal yang tak perlu dihiraukan. Memang MMD sendiri secara tegas telah menyatakan legowo khususnya kepada PJ karena beliau berpendirian bahwa hasil akhir pencawapresan adalah sepenuhnya tergantung pada parpol dan persetujuan mereka. Tetapi, pada saat yang sama, MMD tetap berpandangan bahwa rekayasa politik yang tidak etis di balik penjegalannya perlu diketahui publik.
Itulah sebabnya PBNU dan PKB perlu lebih serius dan substantif dalam melakukan "damage control management", khususnya menjelaskan secara jujur dan berlandaskan pada inti (core) landasan berpolitik mereka, yaitu "akhlaqul karimah". Upaya memberikan penjelasan yang hanya menggunakan alasan proses politik dan klaim kebenaran yang mutlak-mutlakan dari para elit mereka, justru kontra produktif. Ingatan terhadap Pilkada 2018 di Jatim, dimana sang Wagub petahana (Ipul) yang didukung oleh struktural NU ternyata kalah dengan sang penantang (Khofifah) yang didukung NU kultural, tak bisa diabaikan.
Saya kira PJ dan timses petahana harus memperhatikan dinamike internal kaum nahdliyyin ini, karena mereka adalah termasuk penentu perolehan suara di Pilpres 2019. Selisih 6% pada Pilpres 2014 yang menentukan kemenangan PJ bukan tak mungkin bisa menurun jika "damage control" dari efek kasus Mahfud itu tak efektif.
Silakan menyimak rekaman video YouTube di bawah ini dan memberikan komentar. Trims (MASH).
https://www.youtube.com/watch?v=MzY7znzGPFY
0 comments:
Post a Comment