Syahdan, di dalam Istana Kerajaan Hastinapura tiba-tiba terjadi "goro-goro" alias kegaduhan. Seluruh elite dan punakawanan Istana Hastina gundah dan gelisah, tak tahu harus berbuat apa. Sang penguasa, Prabu Duryuddana segera memanggil Pandhita Durna untuk menggelar sidang kabinet darurat dan tertutup, membahas ihwal goro-goro tsb. Saking tertutupnya, Pangeran Dursasana, saudara sang Prabu yang biasanya paling aktif dalam sidang kabinet, tidak diundang dan seandainya dia pas berada di Istana pun akan dipersilakan menunggu di pendhopo saja.
Ada apa yang terjadi? Ternyata sang Prabu dilapori oleh boss telik sandi Hastinapura, Raden Bambang Aswatama, bahwa ada dugaan kuat Sengkuni ingin jadi Raja Hastinapura. Walaupun dalam keseharian Sengkuni merupakan "inner circle" paling senior di Istana dan paman dari Sang Prabu sendiri, tetapi ambisi politik tokoh ini sudah bukan rahasia lagi.
Bahkan kalau menurut pandangan dari salah seorang elit Kurawa, Pangeran Durmagati, sang Paman itu sudah sejak lama mengincar posisi Hastina-1 (H-1), tapi belum tercapai. Sayangnya pandangan kritis Durmagati selalu dilecehkan karena yang bersangkutan suka memakai humor dan ledekan, sementara suaranya juga sengau. Kalau sudah digertak Dursasana biasanya mingkem.
Tapi gosip tentang usaha Sengkuni merebut H-1 kali ini bukan hoax lagi. Kepala Badan Itelijen Hastina (BIH), Bambang Aswatama, punya beberapa bukti A-1 berupa rekaman video dan dokumen serta posting medsos (khususnya cuitan twitter) yang menunjukkan berbagai pidato Swalaputra (nama lain Sengkuni) dan aksi mobilisasi utk tujuan politik tsb. Yg paling akhir adalah dukungan pengikut Sengkuni utk menggelar Deklarasi di jejaring media2 televisi nasional di Hastina dan bisa ditonton di Negara seperti Amartapura!
Prabu Duryuddana segara memanggil penasihat senior Dewan Pertimbangan Raja (Wantimja) Hastinapura: Resi Bisma dan Pandhita dari Sokalima, Begawan Durna. Bisma seperti biasa lebih banyak diam, karena beliau sudah capek memberi nasihat sang cucu tetapi tidak akan pernah digubris. Durna biasanya yang akan dominan memberi nasihat strategis dibantu oleh Ka-BIH dan kadang oleh Dursasana.
Prabu Duryuddana sebenarnya ingin mengundang Adipati Karna yang dikenal sangat cerdas dan tegas, tapi urung. Alasannya sederhana: Sang Prabu khawatir bahwa Kesatria dari Ngawangga dan kakak tiri Prabu Puntadewa dari Amarta itu akan memberi rekomendasi agar Sengkuni ditangkap dan dihukum mati saja. Semua elit Istana sudah tahu Karna sangat sebal thd Sengkuni dan sebaliknya.
Walhasil sidang kabinet darurat hanya mendengar nasihat dan pandangan Durna. Menurut sang pandhita, Sengkuni lebih baik dipanggil ke Istana untuk klarifikasi. Siapa tahu ulah kesatria dari Plasa Jenar itu cuma ngambek saja. Atau bisa jadi Haryo Suman (nama panggilan lain Sengkuni) itu mengalami semacam gangguan halusinasi karena frustrasi menghadapi Pandhawa yang makin hari makin kuat. Jadi perlu dibawa ke RS dan ditangani psikiater top dari RSU Pusat milik Universitas Hastinapura.
Bagaimana dengan gerakan-gerakan mobilisasi seperti di medsos dan deklarasi itu? Tanya sang Prabu. Durna mengatakan bahwa itu tak terlalu susah diurus. Suruh saja Ka BIH. Aswatama, yg juga putera Durna, untk bagi-bagi angpao dan nasi bungkus serta amplop. Dengan operasi intelijen penggalangan seperti itu gerakan propaganda dan mobilisasi Haryo Suman bisa diredam cepat.
Sidang kabinet tertutup pun selesai dan Prabu Duyuddana segera bikin instruksi agar segera digelar ops intelijen yg massif tetapi senyap. Malamnya, Sengkuni diundang ke Istana Hastinapura tetapi di jalan dibelokkan dan langsung dibawa ke RSU Univ Hastianpura dengan pengawalan ketat.
Adipati Karna, Dursasana, apalagi Durmagati, sama sekali tak dikabari hasi sidang tsb. Resi Bisma tetap diam sampai sidang selesai bahkan sampai di kediaman beliau. Sejam kemudian, di Istana Amartapura, Prabu Puntadewa dan saudara-2 beliau para Pandhawa, sudah dapat laporan lengkap hasil sidang kabinet Hastinapura. Sumbernya dari mana? Hanya Pak Dhalang yang tahu.
Tancep Kayon!.
0 comments:
Post a Comment