Aksi kekerasan thd jemaah Ahmadiyah muncul kembali di NTB dan, bisa saja, akan diikuti di daerah lain. Padahal selama beberapa tahun terakhir Pemerintah sudah cukup berhasil menghentikan konflik sektarian tsb, namun tampaknya tak bertahan lama. Mengapa demikian?
Saya rasa aksi kekrasan terhadap kaum Ahmadiyah ( dan juga Syi'ah) di Indonesia takkan bisa dituntaskan apabila HANYA menggunakan pendekatan resolusi konflik yang dilandasi dengan perspektif AGAMA saja. Pendekatan dengan perspektif KEWARGANEGARAAN (citizenship) mesti digunakan dan menempati posisi lebih UTAMA. Asumsi dasarnya adalah karena para korban kekerasan tsb adalah warganegara RI yang secara Konsttusional wajib dilindungi keberadaannya, keyakinannya, dan keamanannya oleh NEGARA & PEMERINTAH.
Selama ini penguasa dan elite politik bahkan elit keagamaan cenderung melihat kekerasan terhadap pengikut-pengikut Ahmadiyah dan Syiah dari perspektif perbedaan teologis dari sebuah komunitas agama yaitu ummat Islam. Karena itu setiap terjadi aksi kekerasan dan konflik, maka otomatis yang akan dijadikan rujukan adalah bagaimana elit dalam komunitas Islam menyikapi. Hasilnya tentu solusi-solusi yang hanya bersifat tentatif dan acapkali politis.
Jika perspektif KEWARGANEGARAAN yang dipakai maka NEGARA wajib melindungi kaum tertindas tanpa harus melihat latarbelakang agama atau keyakinan mereka. Tetapi langsung pada persoalan pokok: kewajiban konstitusional melindungi semua warganegara. Hitung-hitungan identitas dll. bisa saja akan muncul tetapi nanti setelah para korban dipulihkan hak-hak asasi mereka, dan para pelakunya ditindak sesuai hukum secara tegas.
Polri sebagai alat negara dan penegak hukum yang berada di barisam terdepan dalam masalah ini jelas harus mampu mengubah perspektif dari yang hanya mementingkan harmoni sosial menjadi mengutamakan perlindungan HAM khususnya hak sebagai warganegara RI. Siapapun dan pihak manapun yang melakukan kekerasan terhadap warganegara harus ditindak, tanpa pandang bulu termasuk latarbelakang identitas.
Dari perspektif ini akan bisa dihasilkan solusi yang tuntas dan permanen. Bukan hanya solusi-solusi yang politis dan temporer. Bahkan Pemerintah tidak akan menjadi target kelompok-kelompok kepentingan yang sering memakai isu sektarian untuk memojokkan dan memobilisasi solidaritas keagamaan demi kepentingan politik sesaat. Energi Pemerintah dan masyarakat tidak akan tersi-siakan atau muspro karena melakukan pengulangan-pengulangan yang tak akan ada habisnya dan semakin melemahkan keutuhan dan soliditas kebangsaan Indonesia.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment