Keputusan Pemerintah Jokowi (PJ) memberi kesempatan berobat sampai sembuh kpd mantan Ketua JI, MMI, & JAT, Abubakar Ba'asyir (ABB), adalah manifestasi komitmen terhadap nilai KEMANUSIAAN. Bahkan Pemerintah juga mengubah status ABB menjadi tahanan rumah, yang itu pun dilandasi oleh pertimbangan kemanusiaan.
Namun memberikan GRASI adalah soal yang BERBEDA. Keputusan tsb semestinya akan memertimbangkan aspek STRATEGIS yang ada di dalamnya juga. PJ tentunya juga memikirkan & menghitung dengan cermat dari segala aspek. Dan beliau pasti mendengarkan berbagai pandangan sebelum nanti memberikan apapun keputusan beliau.
Menarik untuk dicermati pandangan dari pengacara ABB sendiri, Ustad Michdan (M), yang menyatakan bahwa sang terpidana sendiri tidak mau mengajukan grasi. Alasannya, ABB menganggap bahwa apa yang dilakukan olehnya merupakan bagian dari pelaksanaan ibadah. Jadi kalau benar statemen M tsb, dan masih berlaku sampai saat ini, pertanyaan yang bisa diajukan adalah: "Mengapa Pemerintah PJ terkesan menawarkan grasi.?" Bukankah pihak Istana sudah tahu bagaimana sikap ABB tentang grasi itu?.
Pengacara ABB memang mengatakan bahwa pihaknya sudah sering mengajukan penahanan rumah, Dan baru sekarang dikabulkan oleh pemerintah, dengan landasan kemanusiaan. Secara prosedural hukum, grasi diberikan jika ada pengakuan bersalah dari terpidana dan ada permintaan maaf. Tapi hal ini, menurut M, tidak mungkin dilakukan ABB, karena terkait dengan keyakinan ybs itu. Yang disetujui oleh pihak ABB adalah alternatif seperti abolisi atau amnesti kepada ABB.
Apapun keputusan nanti, kini memang bola ada ditangan PJ dan keputusan beliau bukan hanya akan berdampak pada masa pemerintahannya, tetapi juga untuk masa yang akan datang, terutama terkait dengan masalah penanggulangan terorisme dan ancaman radikalisme yang kesemuanya adalah masalah strategis bagi kamnas NKRI.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment