Salah satu temuan survei yang dilakukan oleh Indo Barometer pada 23 hingga 30 Januari 2018 menarik untuk dicermati secara kritis. Yaitu bahwa Prabowo Subianto (PS) lebih dekat dengan ISLAM dibandingkan Presiden Jokowi (PJ). Survei dengan sampel sebanyak 1.200 responden tsb, memiliki margin of error sebesar 2,83% pada titik kepercayaan 95%. Ini termasuk hasil yang secara statistik cukup signifikan. Menurut hasil survei tsb, PS memiliki persentase dimensi ideologi yang paling dekat dengan Islam. Dalam hal ini, Ketum DPP Gerindra itu meraih persentase 19,1%, sedangkan PJ meraih persentase sebesar 17,7%. Menariknya, Muhamin Iskandar (Imin), etum DPP PKB, yang nota bene parpol berbasis Islam, "hanya" di peringkat ketiga dengan meraih presentase ke tiga!(5,4%).
Yang penting untuk dicermati, setidaknya menurut hemat saya, adalah apa dan siapa yang dimaksud ISLAM dalam survei tersebut. Mungkin karena laporan hasil survei ini untuk media maka, sayang sekali, elaborasi tentang hal-hal itu tidak cukup jelas. Misalnya apakah kategori Islam tersebut pada tataran ideologi atau kelompok-kelompok Islam?. Apakah yang disebut dengan dekat dengan kelompok-kelompok Islam itu mencakup keseluruhan, ataukah hanya kelompok ISLAM tertentu?
Jika yang dimaksud adalah ideologis, saya kira sulit diterima nalar waras bahwa secara ideologis kedua tokoh tsb berbeda dalam kedekatannya dengan Islam. Secara teoretis, baik PS maupun PJ adlh tokoh parpol-parpol yang berideologi nasionalis, yaitu Partai GERINDRA dan PDIP. Logikanya, keduanya secara ideologis sama-sama punya jarak yang sama dengan Islam.
Namun demikian, kalau kedekatan tersebut artinya kedekatan terhadap kelompok-kelompok Islam (baik politik maupun non-politik) secara KESELURUHAN, maka implikasi politik dari hasil survei ini penting untuk diperhatikan, khususnya oleh PJ. Petahana Pilpres 2019 itu perlu memperhatikan scr serius karena berarti telah terjadi pergeseran persepsi politik di kalangan kelompok-kelompok Islam di negeri ini terhadap beliau dibanding dengan pada 2014. Konsekuensinya, beliau perlu MENGUBAH strategi pendekatan terhadap para pemilih Islam, atau setidaknya tidak bersikap "puas diri" atau complacent. Hasil survei ini bisa ditafsirkan bahwa PS lebih efektif dalam mendekati ummat Islam yang, bisa jadi, merasa masih kurang diperhatikan PJ dalam bidang-bidang yang menjadi kepentingan mereka.
Selanjutnya, jika kedekatan PS itu artinya kedekatan terhadap kelompok-kelompok Islam tertentu di Indonesia, maka bisa jadi yang dimaksud di sini adalah kelompok-kelompok ISLAM POLITIK, baik pada tataran politik elektorat maupun pada tataran masyarakat sipil, yang selama ini memang beroposisi terhadap PJ. Jika demikian halnya, maka PJ tak perlu "terlampau" KHAWATIR seperti halnya yang disebut terdahulu. Yang mungkin harus dilakukan beliau adalah memelihara dan meningkatkan INTENSITAS relasi yang selama ini telah terbangun dengan kelompok-kelompok dan tokoh-tokoh Islam moderat di tanah air yang selama ini cenderung pro-PJ atau sekurang-kurangnya tidak bersikap oposan terhadap beliau.
Survei ini tentu saja masih akan terus berkembang sesuai dinamika politik jelang Pilpres 2019. Akan lebih menarik jika ada survei-survei dari lembaga lain terkait isu yang sama sebagai bahan pembanding. Bagaimanapun juga di negeri yang penduduk dan pemilih potensialnya mayoritas beragama Islam, maka faktor perspesi terkait relasi, popularitas, dan elektabilitas calon akan dipengaruhi oleh variabel identitas tersebut.
Survei ini tentu saja masih akan terus berkembang sesuai dinamika politik jelang Pilpres 2019. Akan lebih menarik jika ada survei-survei dari lembaga lain terkait isu yang sama sebagai bahan pembanding. Bagaimanapun juga di negeri yang penduduk dan pemilih potensialnya mayoritas beragama Islam, maka faktor perspesi terkait relasi, popularitas, dan elektabilitas calon akan dipengaruhi oleh variabel identitas tersebut.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment