Menyusul maraknya pro dan kontra terkait pidato Kapolri mengenai peran NU dan Muhammadiyah, Jenderal Tito Karnavian langsung bertemu dengan berbagai ormas Islam dan memberikan klarifikasi tentang pidato yang diucapkan beliau pada 2017 di Banten. Hasilnya: Ada yang mau menerima dan memahami klarifikasi tsb, tetapi ada juga yang masih keukeuh dan malah menuntut beliau mundur dari jabatan sebagai orang nomor satu di Polri.
Pihak ormas-ormas Islam yang menerima penjelasan Kapolri termasuk, antara lain, Mathla'ul Anwar, Nahdlatul Ulama, Al-Irsyad, Sarikat Islam Indonesia, Persatuan Islam, Al-Ittihad Al-Islamiyah, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), IKADI, Adzikra, Al-Washliyah, Perti, HMBI, dan Nahdlatul Wathon.
Sementara itu pihak yang masih keukeuh menolak dan menuntut agar Kapolri mundur adalah ormas seperti Aktivis Pergerakan Islam (API), Persatuan Pengusaha Muslim Indonesia (PPMI), Forum Pembela Islam (FPI), dan Persaudaraan Alumni 212 (PA 212). Bagi mereka, kalaupun Kapolri minta maaf, tetap saja beliau akan diminta mundur melalui tekanan politik terhadap PJ.
Menurut Asep Ayarifuddin (AS), Ketua API: "Kalau meminta maaf, kalau ada orang berbuat khilaf ya kita maafkan, tapi tetap harus dievaluasi oleh presiden selama ini bagaimana. Karena ada beberapa kebijakan Kapolri yang tidak sejalan dengan kebijakan stabilitas nasional, kriminalisasi umat Islam."
Dari narasi tsb, target utama yang ingin dicapai API tak lain adalah pengunduran diri Kapolri, dan BUKAN soal klarifikasi atau permintaan maaf Kapolri. Jika analisa itu benar, maka motif politik lebih kental ketimbang motif upaya mencari kejelasan dan merajut harmonisasi hubungan antara Kapolri dengan ormas tsb.
Saya berpandangan bhw Presiden Jokowi (PJ) tidak boleh terseret oleh gerakan politisasi terhadap statemen Kapolri. Selain karena sudah diklarifikasi oleh yang bersangkutan, juga tuntutan API dkk. itu tak lebih dari sebuah upaya tekanan politik thd PJ jelang Pemilu & Pilpres 2019.
Bahkan bisa juga dispekulasikan bahwa tuntutan mundur kepada Kapolri ini merupakan semacam 'bargaining chip' agar Pemerintah PJ dan aparat hukum bersikap lunak thd Imam Besar mereka, yaitu Hb Rizieq yang sampai sekarang masih berada di luar negeri dan belum kembali ke tanah air itu. Kapolri Tito Karnavian adalah sosok yang selama ini paling tegas dan tak ragu dalam penegakan hukum, termasuk dalam hal proses hukum terhadap Hb. Rizieq!
Cara-cara seperti ini akan terus digunakan apabila Pemerintah "takluk" atau tampak "goyah" oleh tekanan politik. Dan sekali diikuti, maka yang kemungkinan terjadi adalah seperti ungkapan "diberi hati masih minta ampela." Pemerintah PJ memang perlu mendengar dan terus menerus memantau dinamika politik jelang 2019, khususnya, tapi tak terbatas kepada, yang berasal dari kalangan Islam politik. Kendati demikian, Pemerintah harus tetap FIRM dan tak boleh lembek oleh tekanan politik kelompok yang disebut terakhir itu.
Saya masih yakin publik Indonesia bisa dan mau menerima klarifikasi Kapolri sebagaimana ormas-ormas Islam arus utama (mainstream) di atas. Sebaliknya mereka tak akan mau menerima atau malah risih terhadap cara-cara penggunaan tekanan politik vulgar oleh kelompok manapun juga.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment