Posisi Airlangga Hartarto (AH) yang telah dipilih oleh rapat pleno DPP Golkar sebagai Ketum pengganti Setya Novanto (SN), diperkirakan hanya tinggal ditetapkan secara aklamasi dalam Munaslub Golkar pada 19 Desember 2017 nanti sebagai Ketum DPP yang baru. Namun ternyata dinamika jelang Munaslub menyiratkan masih ada riak-riak kecil yang mesti diperhatikan dan dicarikan jawabannya baik secara aturan main maupun politik oleh elite partai berlambang beringin tsb.
Pasalnya, ada suara-suara dari elite Golkar yang memertanyakan proses pemilihan AH dalam rapat pleno tsb dan wacana penetapan dalam Munaslub sehingga dikhawatirkan akan mencederai nilai dan praktik demokrasi. Tokoh Golkar seperti Priyo Budi Santoso (PBS), misalnya, dengan lantang mengritik proses tersebut dan meminta agar Munaslub tetap memberikan peluang bagi siapapun kader Golkar untuk mengajukan diri menjadi calon Ketum. Termasuk dirinya sendiri yang secara terbuka mengumumkan akan mengajukan diri sebagai caketum pada kesempatan tsb.
Dialog di CNN-TV semalam (16/12/2017) membahas masalah dinamika tsb dengan narsum Wakil Sekjen DPP Golkar, Ace Hasan Syadzily (AHS) dan saya sendiri, dengan dipandu oleh Budi Adiputro (BA). Hemat saya, dinamika dan riak-riak kecil sebelum Munaslub Golkar itu adalah hal bisasa dan akan dengan mudah dipecahkan oleh Golkar, partai yang canggih dalam mengelola konflik internal di tingkat elit. AHS menyatakan bahwa Munaslub tetap akan mengakomodasi keinginan kader yang akan maju menjadi caketum, namun harus memenuhi syarat mendapat dukungan 30% dari peserta. Persyaratan tersebut memang secara teroretis sangat mungkin tetapi dalam kenyataan yang berkembang saat ini nyaris mustahil. Dukungan thd AH sudah diberikan oleh mayoritas DPD tk I dan II, beliau juga mendapat restu dari Pemerintah, dan sesepuh Golkar yang berpengaruh seperti JK, Akbar Tanjung, Luhut Panjaitan, dll pun mengamini usul agar Menteri Perindustrian tsb menjadi Ketum baru.
Persoalan yang akan mengemuka adalah apakah AH akan melakukan perombakan terhadap susunan Pengurus DPP. Ini penting artinya secara politik, karena, hemat saya, akan berdampak pada apakah "Setnov effect" bisa dihilangkan agar citra Golkar dan legitimasinya yang sempat mengalami erosi saat ini di mata publik, bisa segera dipulihkan. AH dan formatur hasil Munaslub tak bisa lain kecuali melakukan sebuah perubahan cukup fundamental dalam strutur elite Golkar, agar tidak mengulang lagi terjadinya krisis kepemimpinan. Demikian pula, ada kebutuhan dari akar rumput Golkar agar terjadi stabilitas di tingkat pusat sehingga mereka dapat menghadapi kompetisi Pilkada serentak 2018 dengan lebih baik.
Golkar juga tetap perlu memelihara hubungan politik yang dekat dengan Pemerintah PJ. Ini berarti AH perlu melanjutkan apa yang sudah dirintis oleh Setnov pasca-Munaslub Bali, namun dengan pendekatan yang lebih diterima partai pendukung dan juga publik. Misalnya dukungan di Parlemen terhadap Pansus e-KTP yang menarget KPK jelas akan menjadi beban politik bagi Golkar jika AH ingin dianggap mampu memutus kaitan dengan kepemimpinan Setnov.
Munaslub Golkar di Jakarta beberapa hari lagi, mungkin tidak seramai di Bali, tetapi dampaknya tetap sangat signifikan terhadap keberlangsungan parpol yang pernah berkuasa pada era Orba itu. Apakah Golkar akan tetap bertahan sebagai parpol yang besar atau akan makin mengalami kemerosotan, akan ikut ditentukan oleh hasil Munaslub tsb.
Simak video di bawah ini dan silakan memberi komentar. (MASH)
https://www.youtube.com/watch?v=yZWAHEMta2M&feature=youtu.be
https://www.youtube.com/watch?v=yZWAHEMta2M&feature=youtu.be
0 comments:
Post a Comment