Kendati Perppu No. 2, 2017 Tentang Ormas sudah ditetapkan menjadi UU Ormas yang baru (UUO), namun kontroversi yang terkait dengannya masih terus terjadi. Pasalnya, beberapa Fraksi di DPR yang sudah menerima Perppu tsb dalam Sidang Paripurna DPR pada 24 Oktober 2017 lalu, masih menginginkan adanya revisi-revisi terhadap berbagai pasal yang dianggap masih berpotensi membawa Pemerintah menjadi rezim otoriter dan anti-demokrasi.
Dialog CNN TV tadi malam (29/10/2017) mencoba membedah masalah tsb bersama narsum: Arswendo Atmowiloto (Budayawan), Ray Rangkuti (Direktur Eksekutif Lingkar Madani), dan saya sendiri, bersama host acara Budi Adiputro (CNN). Masalah pokoknya adalah apakah UUO akan menjadi penghalang bagi demokrasi di Indonesia atau masih terbuka bagi perubahan, termasuk revisi yang dikehendaki oleh beberapa parpol yang setuju terhadap penetapan Perppu sebagai UU.
Saya menganggap bahwa target utama pembentukan Perppu Ormas adalah pembubaran ormas HTI yang dianggap memiliki pandangan dan kiprah menolak ideologi Negara Pancasila, demokrasi, NKRI, dan nasionalisme. Mengingat keterbatasan UU Ormas sebelumnya sebagai instrumen yang efektif untuk tujuan tsb, maka diperlukan sebuah instrumen hukum berupa Perppu tsb. Kontroversi politik pun muncul dari pihak yang pro dan kontra, dengan berbagai implikasinya. Berbagai upaya untuk menghentikan Pemerintah menggunakan Perppu tsb dan menjadikannya sebagai UU baru, dilakukan oleh pihak-pihak yang menolaknya, khususnya HTI dan kekuatan politik di Parlemen. DPR pun sempat alot memutuskan apakah Perppu tsb akan disetujui menjadi UU, sehingga diperlukan voting. Hasilnya: 4 Fraksi menerima tanpa syarat (Golkar, PDIP, Nasdem, dan Hanura), 3 fraksi menerima dengan syarat ada revisi (PD, PKB, dan PPP), dan 3 Fraksi menolak (PKS, Gerindra, dan PAN).
Setelah sah menjadi UU, wacana mendesak revisi kini muncul dan salah satunya adalah dari PD yang disampaikan oleh Ketua Umumnya, SBY dalam sebuah statemen khusus. Beliau mengatakan jika revisi tidak segera dilakukan, maka pihaknya akan membuat sebuah petisi utk menekan revisi tsb sebagai pertanggungjawaban kepada rakyat Indonesia. Partai-partai lain belum bereaksi seperti PD, tetapi pihak Pemerintah PJ menyatakan akan mengakomodasi usulan revisi tsb, kendati belum ada "time frame" yang jelas.
Dalam dialog ini, ada kesamaan dan perbedaan pandangan ttg Perppu Ormas, terkait apakah ia akan berimplikasi anti-demokrasi atau tidak. Saya termasuk yang mengatakan tidak, namun mendukung upaya revisi. Hanya saja saya tidak optimis bahwa revisi UU Ormas tsb akan bisa dilakukan dengan cepat. Bisa jadi malah tertunda sampai usai Pemilu 2019. Jalan lain yg bisa dilakukan adalah mengajukan uji materiil kepada MK setelah UU ini resmi berlaku. Dengan cara ini maka pasal-2 yang dianggap inkonstitusional bisa diuji dan dinyatakan tak berlaku olehputusan MK. Bagi saya, baik revisi maupun jalan uji materiil tsb adalah cara demokratis.
Seperti lazimnya sebuah peristiwa politik, masalah Perppu Ormas ini juga menjadi panggung berbagai kekuatan politik utk menampilkan diri di depan publik Indonesia, khususnya dalam menghadapi Pemilu dan Pilpres 2019. Parpol-parpol baik yang mendukung Pemerintah maupun oposisi menggunakan kesempatan tsb utk menarik dukungan dari rakyat dengan menunjukkan komitmen terhadap demokrasi, Pancasila, Konstitusi, dan Hak Asasi Manusia. Permainan politik dalam penetapan Perppu Ormas sebagai UU merupakan dinamika politik yang menarik dan bisa berdampak terhadap dukungan rakyat terhadap mereka ke depan.
Silakan menyimak video berikut ini dan mengomentari. Trims (MASH)
https://www.youtube.com/watch?v=0tVT1HPZzfc
https://www.youtube.com/watch?v=0tVT1HPZzfc
0 comments:
Post a Comment