Judul ini adalah yang digunakan oleh CNN-TV dalam acara "Indonesia Minggu Ini" pada Minggu malam (27/08/17), untuk memotret beberapa kasus yang sedang menjadi trending topik. Pertama, kasus First Travel yang diduga melakukan penipuan ala Ponzi Scheme terhadap puluhan ribu calon jemaah umroh. Kedua, Pansus Angket KPK di DPR yang merilis 11 hasil rekomendasinya. Ketiga, kasus Sindikat Saracen, sebuah organisasi yang menjadikan ujaran kebencian, kabar hoax, isu-isu SARA, dan sejenisnya sebagai komoditi dalam dunia politik. Saya bersama Romo Benny Susetyo (RBS) menjadi narasumber dengan dipandu mas Budi Adiputro (BA).
Ketiga kasus tersebut memiliki kesamaan yaitu melibatkan uang yang sangat besar, baik langsung maupun tak langsung, dan memiliki dampak sangat serius bagi kehidupan sosial, politik dan ekonomi bangsa. Skandal First Travel melibatkan tak kurang dari Rp 800 miliar; sementara Saracen juga diduga menangguk uang miliaran rupiah dari para konsumen produknya; sedangkan Angket KPK muncul setelah terbongkarnya kasus tipikor e-KTP yang juga menelan uang negara lebih dari Rp 2 T. Pertanyaannya adalah siapa yang harus bertanggungjawab "mencuci piring" setelah semua itu terjadi?
Dalam dialog tsb ada beberapa hal yang mengemuka: 1). Kasus-2 penipuan ala First Travel bukanlah hal baru dan salah satu fakjtor penyebab utamanya adalah budaya instan yg ada dlm masyarakat Indonesia serta lemahnya pengawasan dari Pemerintah terhadap praktik-2 "Ponzi scheme" yg sering dan masih akan sering terjadi; 2) Hasil Pansus Angket KPK tidak ada yang baru dan hanya daur ulang dari apa yg sudah sejak lama dipakai untuk melemahkan KPK. Publik Indonesia tidak akan memberikan dukungan kepada DPR dan Pansus tsb, kendati Pemerintah PJ tidak secara terbuka mendukung KPK; 3) Muncul dan berkembangnya fenomena Saracen adlh dampak dari komodifikasi dalam sistem kapitalisme mutakhir dan lemahnya daya kritis masyarakat serta lemahnya pengawasan terhadap penyebaran informasi yang bermuatan kebencian, hoax, SARA, dsb.
Dengan demikian, mencuci piring kotor hasil dari ketiga kasus ini melibatkan bukan saja masyarakat yang menjadi korban penipuan dan ujaran kebencian serta korupsi besar-2an, tetapi juga tanggungjawab aparat hukum dan ketegasan Pemerintah PJ. Saya menyoroti sikap yang lemah dari PJ terkait Pansus Angket KPI yang sejatinya sangat tidak populer di mata rakyat Indonesia. namun karena sikap PJ yang "ambigu", maka ada kemungkinan hasil Pansus yang sejatinya hanya daur ulang dan tak jelas itu, masih bisa digunakan sebagai alat menekan Pemerintah. Terutama meakukan revisi thd UU KPK yang pada dasarnya adalah target utama (sebagian anggota) DPR sejak lama: pelemahan lembaga antirasuah tsb.
Selanjutnya silakan para sahabat menyimak video yang saya tautkan di bawah ini, dan memberikan komentar. Trims (MASH).
https://www.youtube.com/watch?v=6NapGHbo4EU&feature=youtu.be
0 comments:
Post a Comment