"Mereka yang mengorupsi pikiran publik adalah sama jahatnya dengan mereka yang mencuri dari dompet publik." (Adlai Stevenson, politisi dan Dubes AS untuk PBB, 1900-1965)
Korupsi jenis kedua ini tak kalah berbahaya dan berdampak serius bagi kehidupan masyarakat dan negara. Sebab dengan melakukan korupsi terhadap pikiran opini publik, maka terjadilah sebuah kebangkrutan dalam kehidupan publik yang pada gilirannya akan memberi kesempatan bagi kekuasaan otoriter untuk melakukan berbagai tindakan yang merusak.
Korupsi terhadap pikiran publik terjadi ketika kesempatan dan wahana bagi pengebangan pikiran dan/ atau opini hanya dimiliki dan dikontrol oleh sementara kelompok kepentingan, misalnya penguasa atau pemilik industri media. Mereka kemudian akan menggunakan kekuasaannya untuk merekayasa opini dan bahkan kesepakatan publik mengenai persoalan strategis yang seharusnya dapat didiskusikan di ruang publik. Bahkan para koruptor pikiran ini juga mampu memanfaatkan para pakar, pengamat, pembuat keputusan dan pejabat untuk mendukung proses rekayasa tsb. Hasilnya, pikiran dan opini publik menjadi hanya sebuah komoditas yang diperjual belikan utk kepentingan-kepentingan segelintir orang.
Dalam masyarakat deokratis yang terbuka, publik juga harus awas dan wapada terhadap korupsi dan koruptor pikiran tsb. Di era "post-truth" saat ini, para pemilik industri media sangat sukses dalam membuat setting agenda-agenda politik yang sesuai dengan kepentingan oligarki politik. Apalagi kalau pemilik media tsb juga pemain politik praktis dan sekaligus memiliki jejaring konglomerasi! Potensi bagi korupsi pikiran yang sangat besar dan dahsyat semakin nyata!
0 comments:
Post a Comment