Sebelumnya saya minta maaf jika analisa berikut ini terdengan seperti sebuah kisah konspirasi yg sering kita dapati di medsos. Saya mencoba menalar kaitan antara tiga perkara yang hari-hari ini mengharu biru seantero negeri, yaitu: 1) Keputusan Sidang Paripurna DPR untuk mengajukan Hak Angket mengenai kinerja KPK dalam kasus tipikor e-KTP; 2) Sikap DPR yang keukeuh utk melanjutkan amandemen UU KPK; dan 3) Posisi Ketua DPR, Setya Novanto, yg juga Ketum DPP Golkar, yg sedang terpuruk dan perlu diselamatkan agar tidak terjungkal dari kedua jabatan adiluhung tsb.
Keputusan DPR utk menggulirkan Hak Angket kepada KPK, kendati sarat dengan jurus "sluman-slumun-slamet", tak pelak lagi merupakan rangkaian manuver untuk menciptakan goro-goro politik nasional, pasca-terbongkarnya kasus tipikor e-KTP yang merugikan negara lebih dari Rp 2 triliun, dan melibatkan para politisi Senayan termasuk petingginya.
Tugas untuk memuluskan keputusan itu dilaksanakan dengan gagah berani oleh Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah (FH), mantan pentolan PKS yg kini menjadi wakil "independen" di DPR, karena kedekatannya dengan para petinggi parpol di lembaga legislatif tsb. FH bergeming dg ketokan palunya walaupu banjir interupsi dan langkah walk out dilakukan pada penghujung sidang paripurna DPR kemarin (28/4/17).
Bagi banyak pihak, kelakuan FH sudah barang tentu dikecam keras dan dianggap sewenang-wenag serta melanggar etika persidangan. Tetapi bagi para pembenci dan musuh KPK di kalangan parpol dan Parlemen, tindakan politisi asal NTB itu pastinya dianggap heroik dan layak utk mendapat penghargaan yang tinggi.
Sebab dengan mulusnya Hak Angket tsb, sebuah hajatan yg lebih akbar dan luas dampaknya, yaitu amandemen UU KPK, yg sampai saat ini sangat tak populer di mata publik, dan bagi Pemerintah Presiden Jokowi (PJ), akan dimuluskan juga. Mengapa? Karena jika nanti Angket ini berhasil memunculkan berbagai "temuan" yang dianggap opleh musuh-mush KPK sangat penting utk ditindak lanjuti, maka hal itu akan memperbesar legitimasi dan justifikasi utk mempercepat amandemen UU KPK.
Kita semua tahu mengapa amandemen yg sudah dimpikan oleh para poliyo Senayan itu masih mentok. Salah satu alasannya adalah sentimen sangat negatif dr publik dan bahkan dari PJ sendiri, karena tidak ada argumentasi maupun alasan yang bisa digunakan utk melakukan amandemen. Namun jika hasil Angket tsb cukup signifikan, maka alasan-2 alasan akan semakin diperkuat DPR!
Nah, melalui amandemen itulah semua mimpi para musuh KPK akan terwujud. Misalnya penggeseran fokus KPK dari penindakan menjadi sekedar pencegahan, pembatasan atau bahkan mungkin pelarangan hak penyadapan oleh KPK, akan terlaksana. Okelah jika Pemerintah masih ogah untuk memenuhi semua syahwat utk membungkam dan melemahkan KPK. Tetapi saya tidak yakin juga bahwa Pemerintah lantas akan berani ngotot menolak keras sampai akhir. Kompromi-2 dan deal-2 politik akan terjadi dan ujung dari semuanya adalah KPK yg menjadi semacam macan ompong belaka!
Dan salah satu deal politik yg sangat penting adalah penyelamatan Setnov, sang Ketua DPR RI, plus Ketum DPP Golkar, salah satu partai besar yg adalah parpol pendukung PJ, agar terlepas dari malapetaka tipikor e-KTP. Malapetaka itu adalah terancamnya kursi kekuasaan di DPR dan Golkar serta masuk ke penjara karena kasus tipikor tsb. Ini berarti kiamat politik bagi Senov yang tak pernah muncul bahkan dalam mimpinya yg paling buruk sekalipun!
Maka bukan hil yg mustahal jika saksi kunci kasus e-KTP, Miryam S, HJaryani (MSH) tiba-tiba "raib" dan kini menjadi DPO Polri dan KPK. Yang aneh bin abdullah adalah, pengacara ybs mengatakan bhw MSH konon masih di Bandung, atau Semarang, atau entah mana lagi. Apakah ini sebuah taktik despsi utk membeli waktu? Wallahua;lam. Yang jelas Polri, yang biasanya cukup jago dalam mencari orang (apalagi seorang politisi yg tak punya rekam jejak pernah melakukan kejahatan), sampai beberapa hari ini tak kunjung menemukan! Menghilangnya MSH ini saya kira akan menjadi bahan pertanyaan Angket DPR yg memang fokusnya sejak awal adalah pebolakan KPK membuka dokumen terkait pihak-pihak di Senayan yang konon melakukan tekanan-2 thd politisi asal Hanura itu.
Maka lingkaran pun menjadi tersambung: e-KTP, raibnya MSH, amandemen UU KPK, dan penyelamatan karir politik sang petinggi Golkar. Jika demikian halnya, maka "kepahlawanan" FH dan keraiban MSH, tampaknya masih mungkin akan disusul oleh berbagai peristiwa yang menghebohkan lagi. Sebelum KPK bisa dilumpuhkan oleh poliyo sehingga tak menjadi ancaman bagi para Don Corleone di Senayan, maka drama perseteruan semacam "Cicak vs Buaya" akan berlangsung berjilid-jilid dengan pemeran antagonis thd KPK yg berbeda-beda pula.
0 comments:
Post a Comment