PENOLAKAN thd ceramah Ust. Khalid Basalamah (KB) di Sidoarjo adlh konsekuensi logis dari, dan reaksi thd, pemahaman keagamaan serta dakwah yg tdk menghargai tradisi keagamaan & kebhinekaan. Ia adalah salah satu contoh paling nyata dari fundamentalisme Islam yang berkembang di maysarakat Indonesia beberapa tahun belakangan ini.
Namun demikian, cara yg diambil oleh GP Anshor dan Banser di daerah tsb, yg menghentikan kegiatan ceramah beliau, memang bisa menciptakan kontroversi karena bisa dianggap melanggar hak menyatakan pendapat dan/atau hak beragama seorang warganegara Indonesia yg dijamin oleh Konstitusi. Di pihak lain, bisa jadi Anshor dan Banser juga akan menggunakan argumentasi yang sama: aksi itu merupakan ekspressi ummat nahdliyyin utk melindungi kepercayaan dan tradisi keagamaan mereka yang juga dilindungi oleh Konstitusi.
Kasus penolakan thd Ust. Basalamah di Sidoarjo itu sejatinya juga ada kemiripannya dg aksi-aksi penolakan thd ceramah2 dr ormas Islam Majelis Tafsir Al-Quran (MTA) yg bermarkas di Solo, yg seringkali dianggap menyinggung tradisi keagamaan kaum nahdliyyin. MTA, seperti juga kelompok fundamentalis Islam beraliran Wahabi, mengharamkan tahlil, ziarah kubur, istighosah, dll. Di pelbagai daerah telah terjadi juga pelarangan2 atau penolakan2 thd ceramah dan kegiatan dakwah MTA.
Fenomema ini merupakan sebuah dinamika masyarakat Indonesia yg mengalami perubahan, termasuk di dalam pemahaman keagamaan dan hubungan internal ummat Islam. Munculnya faham fundamentalisme ala Ust Basalamah dan MTA merupakan hal yg terjadi di seluruh dunia Islam bahkan di kalangan ummat Islam di luar negara2 berpenduduk mayoritas Islam.
Di Indonesia fenomena tsb menjadi kritis karena biasanya dicampuri dg politik dan bukan murni masalah teologis saja. Ceramah Ust Basalamah, yg tersebar melalui media sosial dan video YouTube, sangat sarat dg pesan2 yg bisa digunakan utk kampanye politik. Karena itu ada alasan bg pihak2 yg menolak beliau utk menudingnya sebagai salah satu sumber perpecahan ummat Islam yg di Indonesia, yang seharusnya mau menerima dan menggunakan landasan Pancasila serta mengakui adanya kerukunan lintas dan intern agama.
Jika fenomena Fundamentalisme Islam ini tdk dikelola dg tepat, maka potensi konflik di kalangan Islam akan bertambah dan tentu saja berarti persoalan dalam masyarakat Indonesia ke depan akan kian kompleks. Apalagi jika kemudian dimanipulasi oleh kaum radikal maka ia juga akan bisa menjadi pendukung gerakan radikal takfiri.
Pemerintah dan masyarakat sipil Indonesia harus peka dan memahami dinamika ini serta menemukan cara2 yg efektif utk mengelolanya. Jangan dampai fenomena ini menjadi sumber ancaman internal bagi NKRI.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment