Kemarin (9/3/17) di Hotel Grand Cemara, Jl. Gondangdia, Jakpus, buku saya "Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sip[il Indonesia Membendung Radikalisme" (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2016) kembali dibedah utk yang ke 6 kalinya sejak terbit. Kali ini penyelenggara bedah buku adalah INFID (International NGO Forum for Indonesian Development), bekerjasama dg NU Online.
Infid adalah salah satu LSM dg partner dr 50 LSM seluruh Indonesia, yg sudah lama saya kenal semenjak masih galang-gulung bersama almaghfurlah Gus Dur, yg merupakan salah seorang pemrakarsa organisasi tsb. Pertemuan kembali dg Infid, dan para aktivisnya dlm acara bedah buku ini, adalah sebuah pertemuan nostalgia tersendiri bg saya setelah lebih dari 20 tahunan tak bersua. Alhamdulillah ternyata Infid masih sehat dan semangat dlm akitvismenya yg bermanfaat bg Indonesia itu. Salah satu fokus kegiatannya, selain masalah-2 pembangunan pda umumnya, adalah penguatan demokrasi dan perlindungan HAM, termasuk mendukung kampanye-2 perdamaian dan toleransi di Indonesia.
Pembicara dlm bedah buku ini juga sangat kompeten: Prof. Dr. Syamsuddin Haris (LIPI) yg menitik beratkan pada dimensi politik terkait dg ancaman radikalisme; Binny Buchori (Kantor Staf Kepresidenan/KSP) yg berbicara mengenai komitmen Pemerintah PJ dalam menanggulangi ancaman radikalisme dan terorisme; Syavic Ali (NU-Online) yg mnyorot peran media sosial dalam penyebaran ideologi radikal di Indonesia; dan Hairus Salim (LKiS) yg menjadi penaggap umum atas isi buku Deradikalisasi. Moderatornya adlh Sdri. Lia (Transparansi Internasional).
Diskusi berjalan sangat lancar dan gayeng, mungkin karena peserta yg jumlahnya sekita 150an itu terdiri atas para aktivis LSM, ormas keagamaan, akademisi, dan wartawan. Peran negara dalam deradikalisasi disepakati masih sangat terbatas efektivitasnya, kendati Pemerintah sudah cukup gencar menyosialisasikan dan memberikan dukungan anggaran kepada aparat-aparat baik kementerian maupun Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, seperti BNPT. Parpol dan politisi di Parlemen mendapat kritik paling keras dari para peserta dan pembicara karena pihak ini paling lemah komitmen dan kiprahnya dalam menghadapi bahaya dan ancaman radikalisme di Indonesia.
Masyarakt Sipil Indonesia (MSI) sudah saatnya membangun Gerakan anti-radikalisme dan Gerakan Deradikalisasi secara nasional. Deradikalisasi sebagai tema dan aksi harus menjadi salah satu isu politik negara saat ini, karena tanpa "politisasi" (dlm arti positif) itu, tampaknya masalah ancaman radikalisme dan radikalisasi belum menjadi skala priotitas. Padahal radikalisme dan radikalisasi serta aksi-aksi kekerasan yg menjadi hasilnya, termasuk terorisme, adalah sebuah bahaya yang 'hadir dan nyata' (a clear and present danger) bagi bangsa dan NKRI.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment