Janji Presiden AS ke 45, Donald J. Trump (DT), saat kampanye Pilpres untuk menyetop arus migrasi dan izin masuk ke AS dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim tertentu, tampaknya akan segera menjadi kenyataan. Sebuah draft rancangan Perintah Eksekutif (Excecutive Order, EO), dari Gedung putih telah beredar di media dan publik. Kendati draft tersebut bisa saja mengalami perubahan-2 sebelum diresmikan, namun hal itu tak menghentikan maraknya kontroversi di ruang publik negeri Paman Sam itu, khususnya di kalangan aktivis pembela HAM, organisasi-2 pembela hak-hak sipil, kalangan Partai Demokrat, dan bahkan dari kalngan kelompok kanan Kristiani yang sejatinya mendukung pendekatan2 yang lebih simpatik dalam menyikapi krisis dalam hal para pengungsi, khusunya dari Timteng.
Menurut portal berita online AS yang berpengaruh, The Huffington Post, 'bocoran' draft EO tsb berisi beberapa poin, antara lain:
1) Memblokir izin2 penerimaan pengungsi tanpa batas waktu dari negara yang sedang berperang seperti Suriah
2) Melarang semua imigran dan noimigran masuk ke AS selama 30 hari dari negara-2 yang tersebut pada Bagian O, Pasal II, Seksi 203 dari UU Th 2016 Tentang Apropriasi Terkonsolidasi, yakni: Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libia, Somalia, dan Yaman.
3) Menunda pemberian visa kepada negara-negara yang mendapat 'perhatian khusus' (special concern). Setelah 60 hari, Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS), Kementerian Luar Negeri, dan Dewan Intelijen Nasional (DNI) diperintahkan utk menerbitkan daftar negara-2 yang tidak mematuhi permintaan dari AS utk memberikan informasi yang diperlukan utk masalah itu. Warganegara dari negara-2 tsb akan dilarang masuk ke AS.
Tak pelak lagi, jika EO ini jadi ditandatangani, Presiden Trump menunjukkan bukti bahwa dirinya bersungguh-sungguh ketika berpidato di depan khalayak kampanye Pilpresnya terkait dengan kebijakannya jika terpilih menjadi Presiden utk bersikap tegas terhadap para migran dan pendatang dari negara-negara Muslim. Jika kita lihat dari daftar negara-2 yang secara eksplisit disebut, maka negara-2 tersebut adalah yang selama ini dianggap sebagai sumber ancaman bagi AS dan yang dianggap menjadi pelindung bagi organisasi Islam radikal serta terorisme internasional. Indonesia dan negara-2 berpenduduk Muslim di ASEAn dan Asia Selatan, tidak secara eksplisit ada dalam daftar tersebut. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan adanya berbagai kebijakan khusus terkait migrasi dan pemberian visa bagi warganegara mereka, terutama yang beridentitas Muslim.
Yang menarik adalah, menurut Huffington Post, ada pengecualian yang diberikan kepada para migran Non-Muslim dari negara-negara yang termasuk dalam daftar yang dilarang tsb, dengan syarat bahwa mereka adalah pemeluk agama minoritas yang mengalami persekusi di negara-negara mayoritas Muslim tsb. Perkecualian seperti ini, otomatis, akan memancing respon negatif bagi Pemerintah DT karena berarti kebijakan yang dibuatnya benar-benar ditujukan kepada individu-individu pemeluk Islam, padahal kebijakan sebelumnya dikatakan oleh DT bahwa kebijakannya tidak ditujukan khusus kepada pemeluk agama Islam!
Dinamika politik AS pasca-terpilihnya Presiden DT masih dipantau dan direspon secara luas di seantero dunia, karena apapun kebijakan nasional dan internasional yang akan dibuat oleh sang Presiden pasti mempunyai dampak signifikan, karena negeri tersebut masih merupakan salah satu negara adikuasa. Kendati AS semakin mendapat pesaing yang tangguh seperti Rusia dan Tiongkok serta negara-negara yang industri baru seperti India, Korsel, Brazil, dll, namun secara geopolitik global masih paling berpengaruh.
Namun demikian, bukan berarti kekuatan AS tsb akan bersifat permanen manakala kebijakan pemimpinnya dipersepsikan akan menciptakan gejolak besar di dunia. Apalagi jika Trump sendiri mendapat perlawanan cukup serius di dalam negeri karena kebijakan-2nya yang dianggap kontroversial serta bertentangan dengan nilai-2 dasar yg selama ini dianut oleh negara dan rakyat AS. Volatilitas politik di AS akan membawa pengaruh bagi ekonomi nasional dan internasional pula. Bukan tidak mungkin reaksi-2 perlawanan akan muncul dari negara-2 yang selama ini menjadi mitra dekat AS sendiri, seperti negara-2 di Uni Eropa, Timur Tengah, dan juga di Asia Pasifik.
Trump boleh saja melakukan perubahan-2 drastis dalam kebijakan politiknya di dalam dan luar negeri, tetapi beliau juga mesti berpijak kepada realitas dunia yang semakin saling tergantungdan menjadi "desa global (Global Village) ini. Pemerintah Trump tetap harus melakukan langkah-2 yang konstruktif dan akomodatif baik ke dalam maupun ke luar, dan tidak malah mengembangkan sikap jinggoistik dan nasionalisme yang konservatif sebagaimana kini banyak dipersepsikan orang.
Simak tautan ini:
http://www.huffingtonpost.com/entry/read-draft-text-trump-executive-order-muslim-entry_us_5888fe00e4b0024605fd591d?0lwdu2cbey5htzkt9
0 comments:
Post a Comment