Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi (tipikor) yang melibatkan sasaran-sasaran kakap tentu tidak hanya akan disambut gembira, tetapi bisa jadi sebaliknya. Pihak-pihak yang menganggap aparat hukum antirasuah mengancam kepentingan mereka, tentu akan berusaha mencari-cari celah agar gerak pemberantasan korupsi itu terhenti atau setidaknya diragukan oleh publik. Cara yang dilakukan bisa macam-macam, salah satu diantaranya adalah membuat cipta-opini bahwa tindakan pemberantasan tipikor itu adalah paket "politik balas dendam" dari pihak yang sedang berkuasa.
Argumentasi menolak langkah pemberantasan tipikor itu biasanya adalah mencari kaitan-kaitan antara pihak yang sedang diincar oleh aparat hukum dengan penguasa atau rezim tertentu. Fakta bahwa tidak semua yang memiliki kaitan dengan rezim tsb terkena tindakan antirasuah, tentu saja akan diabaikan. Atau fakta bahwa tindakan pemberantasan antirasuah tsb juga dilaksanakan sdaat rezim tsb berkuasa, dan menjaring para pejabat atau politisi yg terkait dg rezim tsb, juga diingkari. Yang penting disini adalah bagaimana menciptakan opini publik yg negatif thd pihak lembaga antirasuah, karena jika tidak dilakukan maka geraknya akan mengganggu kepentingan mereka.
Inilah yg menjelaskan mengapa ketika mantan-mantan pejabat Kabinet SBY terjaring operasi antirasuah KPK, maka langsung dibuat senbuah cipta opini bahwa 'orang-orang dekat SBY dijadikan sasaran oleh rezim Jokowi'. Padahal, proses penyelidikan tipikor tsb bisa jadi sudah dimuai sebelum Presiden Jokowi (PJ) menjabat. Dan kalaupun setelah PJ menjabat dan aparat antirasuah melakukan tindakan, dan pihak yang terjaring memiliki kaitan dengan rezim SBY, hal itu bukanlah karena aksi balas dendam politik, tetapi memang berdasar fakta dan bukti-bukti hukum.
Yang terakhir itu bisa dibuktikan dengan reputasi aparat antirasuah seperti KPK yang dipercaya publik karena tidak pandang bulu dalam menjalankan tugas. Kredibilitas KPK dalam penindakan tipikor memang mengatasi Polri maupun Kejaksaan, karena tak ada satupun terdakwa tipikor yang ditangani oleh KPK yang lolos dari sanksi hukuman penjara. Oleh karena itu, upaya cipta opini negatif tersebut akan mudah dimentahkan oleh KPK berdasarkan track record yg dimiliki.
Dengan demikian, resistensi thd tindakan antirasuah dengan menggunakan wacana balas dendam politik tampaknya hanya bisa ditepis efeknya jika aparat antirasuah selain KPK juga mampu tampil dengan rekam jejak yang kinclong. Karena hanya dengan cara itu opini publik yg diciptakan oleh kelompok anti pemberantasan korupsi bisa dicounter secara efektif dan telak.
Di era informasi terbuka dan tanpa batas saat ini, pertarungan opini melalui media dan medsos tidak terhindarkan dan nyaris tak bisa ditutup. Untuk melawannya, tidak hanya menggunakan kontra opini, tetapi emnggunakan bukti yg kongkrit sehingga publik dapat menguji validitas masing-2 sumber informasi. KPK sudah membuktikan dengan track recordnya yang baik. Selanjutnya Polri dan Kejaksaan harus pula mengikutinya. Semoga.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment