Keberhasilan Polri dalam masalah penanggulangan aksi terorisme sudah diakui bukan saja pada tataran nasional tetapi juga internasional. Kemampuan Densus 88 dalam melakukan operasi penegakan hukum (gakkum) selama lebih dari satu dasawarsa terakhir ini telah menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara yang paling efektif dalam meredam ancaman gerakan dan aksi terorisme di dunia. Demikian juga kerjasama Polri dengan berbagai aparat negara seperti TNI, BNPT, dan BIN juga bisa dikatakan cukup efektif dalam deteksi dini, monitoring, dan penggalangan dalam rangka pencegahan aksi-aksi teror.
Paling akhir, keberhasilan Polri menggagalkan rencana bom bunuh diri oleh para 'pengantin' yg berasal dari kelompok teroris di bawah Bahrun Naim (BN), juga mendapat apresiasi luas baik dari dalam dan luar negeri. Kelompok yg berafiliasi dengan ISIS tsb, akan menggunakan bom rakitan yang memiliki kekuatan ledak sangat tinggi (sampai radius 300 meter) utk menghancurkan sasaran di dekat Istana Negara. Bukan target serangan teroris itu yang tergolong baru, tetapi 'pengantin'nya pun, yg rencana adalah seorang perempuan, merupakan sebuah modus baru utk kasus terorisme di Indonesia. Kepiawaian Densus 88 utk menangkal denga cepat dan efektif aksi para teroris, yg memakai sebuah rumah di Bekasi sebagai markas operasi dan sekaligus tempat perakitan bom, jelas menunukkan profesionalisme dan kemampuan yg sangat tinggi dan patut diapresiasi oleh seluruh bangsa Indonesia.
Kendati demikian, pihak-pihak yang mencoba mendiskreditkan Polri juga bergeming. Kampanye hitam yg dilontarkan kepada Polri hari-2 ini marak di sosmed dg modus operandi berupa tudingan bahwa aksi penanggulangan terorisme tsb hanya sebagai pengalihan isu. Jika sebelumnya tindakan Polri seringkali dibenturkan dengan isu pelanggaran HAM, kini mulai diperluas menjadi isu politik, Upaya menciptakan citra negatif bahwa gakkum Polri adalah bagian dari politik pencitraan Pemerintah. Dengan kampanye seperti itu, aparat penegak hukum tsb diposisikan sebagai pihak yg ikut menjadi musuh kelompok kepentingan tertentu yg kini sedang berkonflik dengan Pemerintah Presiden Jokowi (PJ). Jika kampanye ini sukses tentu upaya gakkum dan penindakan yang akan dilakukan Polri, termasuk melakukan pengusustan jejaring terorisme sampai di tingkatan paing bawah, akan bisa dihalangi. Polri akan dijadikan target kritik, kecaman, dan hujatan dengan tudingan melakukan tindakan represi politik atas nama keamanan.
Kondisi seperti ini tak boleh dibiarkan atau disepelekan oleh para penyelenggara negara dan warganegara yg peduli dengan stabilitas politik dan kamnas. Suasana saling curiga seperti ini akan membuat kelompok-2 radikal mendapat peluang utk konsolidasi secara lebih leluasa. Disadari atau tidak, hemat saya, iklim politik yg sarat dengan primordialisme dan sektarianisme saat ini telah membuat kelompok-2 radikal menjadi berani (emboldened) dan asertif. Langsung maupun tidak suasana politik yg panas karena primordialisme dan sektarianisme adalah sebuah wahana yang sangat diperlukan oleh kelompok-2 radikal untuk menyebar pengaruh, gagasan, dan bahkan aksi teror mereka.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment