"Sektarianisme adalah sebuah bentuk pemerosotan keduniawian dengan kedok agama. Ia (bahkan) dapat mengembang biakkan suatu kesempitan dlm nurani lebih besar ketimbang pemujaan keduniaan berdasar kepentingan material." (Rabindranath Tagore,1861-1941)
Kembalinya wacana sektarian dan primordialisme di Indonesia saat ini, bukanlah suatu gejala yg singular atau hanya d negeri ini. Politik identitas sedang menggejala dan marak di seluruh muka bumi, bahkan di negara-negara maju dan demokrastis seperti di AS dan Eropa Barat. Muncul dan berkembangnya ideologi transnasional Jihadi dan aksi-aksi teror di Timteng, Afrika, Eropa, dan Asia semuanya tak lepas dari akar sektarianisme dan primordialisme.
Kita sebagai bangsa yang DNA-nya adalah kemajemukan, tak bisa berpangku tangan apalagi menyerah terhadap ancaman wacana primordialisme dan praksis sektarianisme tsb. Alm Gus Dur, Presiden RI ke 4, adalah salah seorang pemimpin bangsa yg selalu mengingatkan tentang bahaya sektarianisme bagi bangsa dan negara kita. Karenanya beliau selalu berusaha mengajak kembali kepada asas kebangsaan sebagi fondasi kehidupan bermasyarakat dan berbangsa serta bernegara di Indonesia.
Akhir-akhir ini, terutama di ibu kota Jakarta, wacana dan aksi primordialisme tampaknya sedang diangkat dan "dirayakan" oleh sementara elite politik dan agamawan serta kalangan masyarakat sipil seerti ormas, cendekiawan, dan disebarluaskan oleh media, khususnya media sosial. Narasi yang sangat mengemuka, dan seringkali di luar nalar sehat, adalah menjadikan agama sebagai arena perebutan hegemoni kuasa. Melalui narasi itu diciptakanlah sebuah suasana mencekam dan menakutkan di ruang publik, dengan melancarkan perang urat syaraf (psywar) dan gerakan massa untuk menekan kelompok tertentu.
Suasana seperti itu sengaja dikondisikan agar negeri ini seakan-2 sedang menghadapi krisis yg serius dalam kepemimpinan politik, pembangunan ekonomi, dan harmoni sosial seperti masa-masa sebelum reformasi. Padahal kondisi dan situasi saat ini sejatinya cukup stabil dan masyarakat Indonesia berangsur-angsur semakin menyadari pentingnya kohesi sosial. Namun demikian, negara dan aparat negara serta organisasi masyarakat sipil tak boleh lengah dan meremehkan pengkondisian dengan wacana primordialisme dan sektarianisme ini. Sebab ia akan seperti bola salju yg awalnya kecil teapi jika menggelinding teru menerus akan menjadi sangat besar.
Demikian pula kita sebagai individu-2 warganegara yang bertanggungjawab juga tidak boleh mendiamkan negeri ini dirongrong oleh wacana dan aksi primordialisme dan sektarianisme ini. Kita wajib mendukung para penyelenggara negara dan aparat hukum agar mereka jangan sampai ditekan dan didikte oleh kekuatan-kekuatan tsb. Narasi dan aksi primordialisme dan sektarianisme mesti dihadapi secara tegas, terukur, dan rasional dengan senantiasa berlandaskan aturan hukum yang berlaku.
Nasionalisme Indonesia, yes! primordialisme dan sektarianisme, no!
0 comments:
Post a Comment