Ontran-ontran dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan pejuang Hak Asasi Manusia, Munir (M), menjadi salah satu indikator bahwa penyelesaian tuntas kasus itu masih jauh dari titik terang. Padahal penuntasan tsb bisa menjadi bukti yg sangat ampuh bagi Presiden Jokowi (PJ) untuk: 1) menunjukkan komitmen dan keseriusan beliau menyelesaikan persoalan HAM di negeri ini sebagaimana janji kampanye beliau pada 2014, dan 2) membedakan pemerintahan beliau dengan yang sebelumnya yang terkesan ogah-ogahan dan enggan menyelesaikan kasus Munir.
Sebelum persoalan menjadi rumit, alot, dan "mbulet", saya kira para pihak yang terkait mesti duduk bersama dan menyelesaikan tugas pertama: yaitu menemukan dokumen TPF tsb. Saya tidak yakin bahwa dokumen yg konon berjumlah 7 bundel itu bisa "menghilang", atau bahkan "hilang." Saya agak yakin bahwa dokumen itu sedang dicoba untuk "dihilangkan" atau minimum dicoba "ditilep" dan "disembunyikan" oleh pihak-pihak yang gerah jika hasil TPW Munir ini muncul di ruang publik.
Tak mungkin dokumen itu menghilang, karena ia tidak punya nyawa dan tidak mampu bergerak sendiri. Dokumen itu tidak mungkin hilang, karena beberap pihak memilikinya secara bersama, setidaknya foto copynya kalau bukan aslinya. Sebab TPF terdiri dari berbagai komponen yg mewakili Pemerintah, masyarakat sipil, para pakar, dan juga para penegak hukum. Tetapi kalau dicoba dihilangkan, saya percaya sebab jika hasil TPF ini muncul ke ruang publik, akan banyak ramifikasi hukum, legal, dan etis bagai sementar individu dan/atau kelompok serta organisasi sosial maupun politik.
Kini fokus ontran-2 tertuju kepada Presiden Ri ke 6, Susilo Bambang Yudiyono (SBY), karena pihaknyalah yg dianggap paling tahu dan bertanggungjawab atas keberadaan laporan TPF. Kalau bukan probadi beliau, tentu anak buahnya di kantor Sekretariat Negara atau didi tempat lain yang memiliki akses thd dokumen tsb. Pak SBY saya yakin akan memberikan penjelasan yg kini sedang ditunggu-2 oleh banyak pihak: Pemerintah, keluarga Munir, anggota TPF, para pembela HAM, dan publik Indonesia umumnya. Saya tidak akan mendahului dg menilai Pak SBY, tetapi akan mengomentari setelah beliau mengumumkan ke publik ttg bagaimana pandangan beliau. (http://nasional.kompas.com/read/2016/10/23/22301371/polemik.dokumen.laporan.tpf.munir.ini.kata.sby)
Untuk sementara, saya termasuk sepaham dengan kalangan pembela kasus Munir dan para aktivis HAM bahwa semakin lama dokumen TPF itu tertunda diketahui publik, maka akan semakin buruk citra Pemerintah dan PJ dimata publik Indonesia dan internasional. Pemerintah bisa saja berkilah dengan berbagai dalih (dan bisa jadi ada benarnya), tetapi citra bahwa telah terjadi mismanagemen dalam sistem arsip dokumen milik negara tetap sulit dihilangkan. Dan ini tentu akan dijadikan sebagai peluru oleh pihak-2 yang berseberangan dg PJ utk menyerang kredibilitas beliau.
Walhasil, Pak Jokowi jangan beri kepuasan kepada para detraktor Bapak dengan membiarkan dokumen ini raib terlalu lama.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment