Desas desus seputar pergantian pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN) semestinya tak boleh terjadi apalagi jika sampai berkepanjangan. BIN adlh salah satu lembaga negara yg sangat strategis dan bagian integral dari keamanan dan pertahanan negara. Fungsi dan peran intelijen bagi sebuah negara adlah seperti mata dan telinga yg memberikan deteksi dan peringatan dini berkaitan dengan ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan yg dihadapi baik dlm jangka pendek, menengan, dan panjang. Lembaga intelijen bisa dikatakan bekerja 25 jam sehari dan 8 hari dalam seminggu, dengan tanggungjawab yang sangat besar tetapi apresiasi yang nyaris nol.
Karena itu sangatlah mengecewakan apabila posisi pimpinan BIN lantas hanya menjadi bahan spekulasi dan gossip politik mirip dengan yg biasanya marak di dunia entertainment dan selebriti seperti yg kita lihat, baca, dan dengarkan di media beberapa minggu terakhir ini. Barangkali dlm sejarah Republik selama 71 th ini, baru kali ini posisi pimpinan BIN menjadi bahan pergunjingan luas dan terbuka seakan2 hal itu tdk punya dampak strategis apapun bagi kamnas dan hanneg kita.
Padahal, jika sas-sus ini tak segera diakhiri, maka banyak pihak yg dirugikan. Pimpinan BIN yg masih bekerja jelas dirugikan karena beliau tak akan bisa bekerja optimal dengan maraknya sas-sus tsb. Pihak yg digossipkan sebagai calon juga dirugikan karena dg munculnya spekulasi tsb tentu beliau juga menjadi sasaran spekulasi politik serta sorotan pihak2 yg memiliki kepentingan strategis baik di dalm dan di luar negeri. Dan Pemerintah, khususnya Presiden Jokowi (PJ), sebagai pengguna (user) utama dari BIN juga akan terkena limbah gossip tsb, minimum akan ada pertanyaan apakah beliau menganggap serius lembaga telik sandi itu atau tidak?
Yg paling dirugikan oleh maraknya gossip ini adlh bangsa dan negara kita. Sebab konstelasi kamnas dan hanneg kita saat ini dan masa depan sangat volatile dan karenanya optimalisasi lembaga intelijen straregis adalah mutlak diperlukan. Pemerintah tak boleh membuka peluang sedikitpun bagi BIN menjadi bagian dari arena pertarungan politik dan harus menjaganya agar ia netral dari wacana dan praksis politik. Sedikit saja BIN masuk angin karena politisasi, seperti munculnya desas desus ttg pergantian pimpinan spt sekarang ini, maka resikonya akan sangat besar thd keberadaan, citra, dan kinerjanya. Dan berarti kita mempertaruhkan kamnas dan hanneg!
Bukan rahasis lagi bhw ada pihak2 yg masih belum tahu dan/atau pura2 tak tahu bahwa BIN adalah sebuah lembaga yg keberadaannya dilindungi dan dijamin oleh Konstitusi dan kiprahnya diatur UU. Ada pihak2 yg tdk mau 'move on' dlm menyikapi BIN sehingga menganggapnya masih sama dan sebangun dg lembaga intelijen di masa lalu. Tentu saja masih ditambah lagi dg adanya pihak2 yg gerah jika BIN mampu berfungsi dan berperan secara efektif sebagai komponen pelindung kamnas dan hanneg RI. Itu sebabnya adanya upaya2 melakukan pelemahan thd BIN merupakan kenyataan yg mesti diantisipasi dan dihadapi dg tepat oleh Pemrintah dan komunitas intelijen sendiri.
Jika para awak media melakukan tugasnya terkesan memaksa atau mendesak2 para elite baik di Istana maupun di DPR utk menjawab seputar desas desus tsb, saya kira hal itu tak sepenuhnya kesalahan mereka. Sebab tak ada asap tanpa api. Munculnya desas desus itu sangat kecil kemungkinan berasal dr kreasi media atau para wartawan. Saya lebih cenderung percaya bhw para elit itulah yang paling mungkin menjadi sumber utama desas desus itu. Karena itu percuma saja kalau ada pejabat yg bosan dan malah marah kepada wartawan yg bertanya bolak balik soal gossip tsb. Ibarat syair lagu: "Kau yg mulai, kau yg mengakhiri", mendingan hentikan segera gossip tsb .
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment