Kegaduhan yang diprediksi oleh banyak pihak akan terjadi setelah terbukanya fakta terkait kepemilikan paspor Amerika Serikat oleh Menteri ESDM, Arcandra Tahar (AT), benar-benar menjadi kenyataan. Dan salah satu sumber kegaduhan itu tak lain dan tak bukan adalah pihak Pemerintah sendiri, khususnya para pembantu Presiden Joko Widodo (PJ) yang seharusnya dengan cepat dan efektif bisa menghandel masalah tsb, tetapi malah menciptakan persoalan dengan statemen-2 yang sulit dipertanggungjawabkan baik secara hukum maupun nalar sehat.
Seperti beberapa kali terjadi manakala ada krisis di Istana, sumber kegaduhan yang utama adalah ketidak jelasan dan kelambatan respon serta buruknya sinergi antar-lembaga yg bertanggungjawab menyelesaikan masalah. Persoalan seputar status kewarganegaraan TA, yg secara nalar sehat bisa dilacak dan dijelaskan kepada publik hanya dalam hitungan jam itu, ternyata nyaris 3 hari masih belum jelas dan kini malah muncul statemen-statemen dari para pembantu PJ yang cenderung berpotensi membikin gaduh. Salah satunya adalah statemen Menkumham, Yasona Laoly (YL), yang oleh pakar hukum tatanegara Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono (BDA) disebut "salah kaprah" karena penafsiran thd UU yang tidak tepat.
YL mengatakan dalam penjelasannya bahwa TA yg memiliki paspor AS dan Indonesia, dinyatakan masih tetap WNI, karena belum ada ketetapan hukum bahwa status kewarganegaraannya dicabut. Statemen inilah yg disebut 'salah kaprah" oleh BDW, karena dianggapnya telak-2 berlawanan dengan Pasal 31 ayat (1) PP 2/2007 yang berbunyi: "Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri". Kata 'dengan sendirinya' itu, menurut BDA, tidak bisa ditafsirkan bahwa hal itu mesti menunggu pencabutan resmi lebih dulu! Ketentuan tsb, masih menurut Bayu, mengandung arti yaitu kewarganegaraan Indonesia seseorang akan gugur dengan sendirinya apabila seorang WNI atas kemauannya sendiri telah memperoleh kewarganegaraan lain.(http://news.detik.com/berita/3275556/pernyataan-menkum-soal-arcandra-tetap-wni-meski-berpaspor-as-salah-kaprah)
Bagi saya yg bukan pakar hukum, statemen YL saya anggap ekonomis dalam nalar dan berpotensi blunder. Jika omongan YL diikuti, saya membayangkan ini seperti kampanye kepada orang-2 Indonesia di luar negeri yg memiliki paspor negara-2 asing agar mengikuti jejak TA yaitu tetap memerpanjang paspor Indonesianya. Sebab mereka (menurut omongan YL) masih tetap WNI selama belum dicabut oleh Pemerintah RI! YL telah menciptakan persoalan diplomatik yg sangat serius sebab omongannya ini mungkin saja akan diikuti oleh orang-2 yang berniat tidak baik dengan menyembunyikan paspor dobel mereka. Secara lebih khusus, saya khawatir omongan YL ini juga bisa menciptakan kecurigaan Pemerintah AS thd orang-2 Indonesia yg benar-2 secara sah ingin pindah menjadi warganegara negara tsb, karena mereka akan dianggap berpotensi 'berbohong'. Absurditas penalaran YL seperti ini jelas tidak akan membantu PJ atau TA sendiri menyelesaikan masalah, apalagi membantu kepentingan bangsa dan negara RI.
PJ harus menghentikan kebiasaan para pembantunya yang, sengaja maupun tidak, terkesan hanya "asal bunyi" dan berdampak mengabaikan prinsip-prinsip dasar hukum kewarganegaraan maupun aturan operasionalnya. Sangatlah berbahaya jika dalam kondisi Pemerintahan yang masih harus bekerja keras membangun kepercayaan rakyat seperti saat ini, PJ terus-terusan terganggu oleh macam-2 kegaduhan yg sebenarnya tak perlu. Apalagi kalau salah satu penyebab utamanya berasal dari dalam sendiri!
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment