Dinamika politik pencalonan Gubernur DKI tampaknya makin mendekati momentum kritikal, baik bagi petahana Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (BTP), yg akrab dg nickname Ahok, maupun para kandidat pesaing (contenders)nya. Saya katakan kritikal, karena jika Ahok tak mendapat saingan berarti maka bisa jadi Pilkada DKI akan berlangsung mulus bagi sang petahana. Sebaliknya, jika Ahok dan para pendukungnya gagal dalam menghadapi serangan-2 (onslaught) dari para lawannya, bisa jadi harapan besar bagi pencalonannya akan kandas.
Diskusi publik yang beritanya saya tautkan di bawah ini, bagi saya sangat menarik utk dicermati, khususnya statemen dari politisi PDIP, Andreas Preira (AP), yang mengritik kecenderungan para analis utk hanya melihat masalah Pilkada dari satu arah: yaitu Ahok. Menurut AP, "... ada proses ... (dalam) menjadikan orang yang jadi gubernur itu jauh lebih penting daripada personal Ahok. Kehendak rakyat akan terbukti ketika Pilkada, bukan hari ini." Menyikapi dukungan parpol-2 (Hanura, Nasdem dan belakangan Golkar) thd mantan Bupati Belitung tsb, AP mengatakan: "Skenario-skenario itu masih berjalan. Buat PDIP ini momen bagus. Kami bukan terlambat memutuskan, malah kami bisa melihat emas ada di mana."
Saya memahami statemen tsb sebagai sebuah sinyal bahwa PDIP masih memiliki optimisme bahwa dinamika pencalonan Gubernur DKI masih bisa berubah. Kendati saya termasuk pengamat yang melihat kans PDIP sangat kecil utk bisa mengajukan calon yang punya popularitas dan elektabilitas yg sebanding Ahok, tetapi ada faktor lain yang masih perlu diperhitungkan. Dan faktor itu adalah berbagai manuver yang terus-menerus diarahkan oleh lawan-2 Ahok serta solidifikasi mereka utk menggolkan target bersama: Asal Bukan Ahok (ABA) sebagai Gubernur DKI.
Proses menggolkan ABA ini sedang berjalan dan tampaknya semakin menggumpal serta melibatkan semakin banyak pihak: bukan hanya parpol lawan Ahok, tetapi juga komponen-2 masyarakat sipil. Isu yg dipakai sebagai katalisator adalah tudingan korupsi dan penolakan masyarakat terpinggirkan thd kebijakan publik Pemda DKI. Isu korupsi masih seputar RS Sumber Waras (RSSW), kendati arahnya sekarang tertuju kepada Teman Ahok (TA) yang diduga mendapatkan aliran dana milyaran yang harus dipertanggungjawabkan. Sementara penolakan thd kebijakan publik sang Gubernur masih seputar rencana reklamasi dan pemindahan warga di beberapa wilayah yang akan dibangun, seperti di Jakarta Utara.
Dari kedua isu politik tsb, kasus dugaan korupsi yg diarahkan kepada TA, menurut saya lebih serius. Dan sampai hari ini, isu ini masih belum direspon secara terbuka dan sistematis oleh Ahok maupun pihak TA sendiri. Kendati masalah pembelian RSSW sudah menemukan titik terang di KPK, tetapi tampaknya masih terus digoreng oleh berbagai pihak yg belum puas dengan keputusan lembaga anti rasuah tsb. Kelompok-2 masyarakat sipil yg menolak Ahok seakan mendapat amunisi baru dan memakai isu TA tsb untuk mempergencar serangan thd Ahok.
Walhasil, PDIP dan parpol-2 lain yg di luar pendukung Ahok barangkali tak punya calon yg punya populratitas seperti sang petahana. Namun politik sangat cair dan bisa berubah setiap saat. Jika serangan-2 gencar thd kredibilitas Ahok dan TA tak kunjung dapat dibendung dan dipadamkan, bisa saja opini yang sudah terbangun baik akan mengalami kemerosotan. Bagi parpol-2 lawan, bukan soal kualitas kepemimpinan yang penting, tetapi soal menang atau kalah dalam Pilkada nanti.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment