MENIMBANG UNTUNG RUGI MEMPERPANJANG MASA JABATAN KAPOLRI. Desas desus tentang perpanjangan masa jabatan Kapolri, Jenderal Badrodin Haiti (BH), hari-hari ini menjadi trending topic di media umumnya dan khususnya di medsos. Munculnya sas-sus tersebut tentu tak lepas dari latarbelakang pengangkatan BH sebagai Kapolri menyusul gagalnya Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri (cakapolri) yg, kendati telah mengantongi persetujuan DPR, ternyata ditolak oleh Presiden Jokowi (PJ). BG, sebagaimana diketahui, kemudian harus puas dg menjadi orang nomor dua di Jl. Trunojoyo 1, alias Wakil Kepala Polri (Wakapolri), sedang BH diangkat PJ utk menduduki posisi orang nomor 1. Kini setelah BH mendekati masa pensiun (Juli 2016), tentu saja, muncul spekulasi seputar penggantinya: 1) Apakah BG akan muncul sbg calon Kapolri lagi; 2) ataukah PJ akan mengangkat cakapolri baru: dan 3) BH akan diperpanjang masa jabatannya.
Spekulasi ini muncul dan marak di ranah publik, hemat saya, karena pertimbangan politik lebih ditonjolkan ketimbang pertimbangan lain dlm pengangkatan Kapolri. Sebab apabila bukan pertimbangan politik yg ditonjolkan, sejatinya tdk ada alasan apapun utk khawatir Polri tak mampu melakukan proses suksesi kepemimpinan, dan atau kesan seakan lembaga tsb kekurangan calon pimpinan yg memenuhi kriteria. Fakta yg ada justru sebaliknya: figur2 dlm elite Polri yg mumpuni dan memenuhi syarat sbg Kapolri terhitung cukup banyak. Stok Jenderal yg berbintang tiga jumlahnya lebih dr 5 orang, apalagi para Jenderal yg berbintang dua!.
Dalam pandangan saya, PJ kini mesti menunjukkan kepada publik bhw beliau tdk perlu terbebani oleh masa lalu sehingga seolah-2 harus mengutamakan pertimbangan politik dlm soal suksesi Kapolri. Jika beliau memberi peluang itu, hal itu malah akan merugikan baik Pokri maupun kredibilitas pemerintahan PJ sendiri. Polri akan "dirugikan" karena terkesan bhw alat negara ini telah terkontaminasi oleh tarik menarik politik praktis, sehingga suksesi kepemimpinanpun harus bebas dari infiltrasi kepentingan eksternal. Polri seolah2 tdk bisa "move on" sebagai salah satu lembaga paking strategis di negeri ini dlm era reformasi yg menuntut profesionalisme dan independensi, terutama dari pengaruh politik.
Bagi PJ, jika terlalu dipengaruhi oleh pertimbangan politik maka akan menjadi hambatan bagi beliau utk menunjukkan diri sebagai pemimpin yg tegas, fair, dan berkomitmen thd sistem demokrasi. Kredibilitas pemerintahannya (yg sudah mulai menuai kepercayaan publik yg kuat), bisa jadi akan mengalami penurunan. Lebih jauh beliau, yg notabene merupakan boss Kapolri, pun akan dinilai ikut menghambat reformasi Polri karena tidak memberi peluang kepada lenbaga tsb utk memilih calon pemimpinnya. Saya yakin bhw Polri akan sangat berhati2 utk tdk mengulangi pengalaman sebelumnya ketika mengusulkan BG. Jika tidak ada intervensi politik, Polri akan termotivasi utk mencari cakapolri yg tingkat akseptabilitasnya paling tinggi diantara para jenderal yg dimiliki.
Walhasil, opsi paling rasional dan pas bg PJ adlh memberi keleluasaan dan kebebasan sepenuhnya kepada Polri utk memilih dan mengusulkan calon2nya kepada Kompolnas yg akan merekomendasikan kepada Presiden utk selanjutnya diajukan ke DPR utk dipertimbangkan. Opsi memperpanjang masa jabatan BH adlh bukan solusi yg pas. demikian pula dengan dengan opsi mengusulkan BG kembali sebagai cakapolri. Sebab kedua opsi tsb akan mudah dipolitisasi dan kontraproduktif baik bagi Polri maupun PJ dlm jangka panjang. Tentu saja pada akhirnya keputusan paling akhir ada ditangan PJ, namun tak ada salahnya jika beliau juga mempertimbangkan suara publik seperti ini.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment