Elite partai Golkar semakin menempatkan diri mereka sebagai para pemimpin yang mengabaikan landasan etika demi kekuasaan. Alih-alih melakukan sebuah reformasi nalar dan mencoba melakukan konsolidasi organisasi sejalan dengan etika demokrasi, partai yg pernah berkuasa pada masa Orba itu, hemat saya, justru kian dibawa larut oleh kehendak berkuasa yang Machiavellian. Alih-alih partai tersebut mencoba menunjukkan kepada rakyat Indonesia bhw ia sedang dan akan terus menjalankan reformasi budaya politik patrimonial dan kroniisme, ia justru diarahkan para elitnya menjadi pendukung status quo budaya tsb.
Saya sepakat dengan salah seorang petinggi KPK, Laode M. Syarief (LMS) yg menyatakan bahwa iuran calon Ketua Umum dlm Munaslub di Bali, masing-2 sebesar Rp 1 miliar, adalah semacam politik uang (money politic) yang berlawanan dengan etika politik demokratis. Alasan bahwa iuran itu merupakan indikasi dan motivasi komitmen para calon utk memimpin partai, hanyalah retorika politik asal njeplak saja. Saya sependapat dg LMS agar elite Golkar menghentikan "kegilaan" tsb, dan menggunakan cara lain, seperti berkompetisi dengan platform politik yg bermanfaat bg partai dan bangsa.
Nasib Golkar ke depan bisa dibandingkan dengan nasib Dinosaurus dlm proses kepunahan mereka. Keduanya adlh raksasa, tetapi akhirnya punah dan hanya tinggal kisah. Hanya saja dlm kasus Dinosaurus, kepunahannya karena bencana alam. Sedang Golkar mengalami ancaman kepunahan karena proses involusi organisasi dan pembusukan budaya politiknya. Setelah terpecah-pecah menjadi parpol-2 sempalan, partai ini yg dulunya besar itu semakin mengalami penggureman karena gagal melakukan konsolidasi dan pengembangan diri sesuai dengan lingkungan strategis yang berkembang. Pemimpin-2 partai ini seperti mabuk kepayang, dan menganggap diri mereka masih dalam kondisi hebat seperti 20 th lalu. Istilah gaulnya, mereka gagal utk 'move on', tetapi malah mbulet dan menghancurkan diri sendiri (self-destruct)!.
Pameran elit Golkar dalam Munaslub di Bali yad, jika tidak diubah, akan membuat rakyat makin menjauhi, bukan mendekati, partai tsb. Dan berbagai indikasi semakin jauhnya rakyat th partai itu sangat mudah utk dilihat. Namun seperti biasa, para elit masih terus pura-pura tak melihat dan mendengar karena mereka sibuk memikirkan kepentingan masing-2. Bukan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment