Terus terang saya merasa ada yang kurang pas ketika membaca statemen Pak Rektor Universitas Airlangga (Unair), Surabaya, Mohammad Nasih (MN) terkait status tersangka mantan Rektor universitas yg sama, Prof. Fasichul Lisan (FL) dalam kasus tipikor pembangunan RS Unair. MN menyatakan: "Semua pimpinan dan civitas akademika Universitas Airlangga (Unair) merasa sedih dan prihatin dengan ditetapkannya mantan Rektor Unair, Fasich, sebagai tersangka." Menurut MN, sang mantan Rektor bersama semua staf Unair "telah mencurahkan segenap energi dan daya yang dimiliki secara maksimal dan sepenuh waktu dan hati untuk kemajuan pendidikan nasional serta mengantarkan Unair hingga berada pada posisi sangat prestisius dan membanggakan seperti saat ini." Sehingga "...tak pernah terbersit setitikpun beliau akan mendapatkan musibah sebagai tersangka."
Tanpa mengurangi hormat saya kpd Pak Rektor MN, kesan saya beliau meniadakan kaitan antara sebagian dari capaian-2 FL dengan status tersangka KPK yg dialami saat ini. MN seolah menganggap bahwa seluruh capaian-2 hebat dari FL tidak memiliki hubungan dg statusnya sebagai tersangka KPK. Itu sebabnya, menyandang status tersangka KPK adalah musibah. Padahal, status tersangka FL faktanya terkait dengan proses pembangunan RS Unair yang menurut KPK bermasalah dan menjadi bagian dari penyelidikan tipikor. Dlm pemahaman saya, FL sebagai pribadi bisa saja mempunyai kualifikasi dan berbagai capaian hebat baik sebagai profesional maupun pemimpin sebuah Universitas top. Namun jika beliau kini menjadi tersangka dari lembaga rasuah, logikanya ada sebagian dari tindakan FL yang memang diduga bermasalah dan kini menjadi persoalan pidana.
Statemen Pak Rektor yg menurut hemat saya perlu dipertanyakan validitasnya adalah benarkah semua anggota civitas academika Unair merasa prihatin dan sedih karena FL jadi tersangka KPK? Tentu sulit sekali utk menjawab pertanyaan ini secara empiris dan pasti. Namun saya kok yakin bahwa ada diantara para civitas academika Unair yang mendukung KPK karena telah melaksanakan tugas pemberantasan korupsi di lembaga pendidikan tinggi yg terhormat itu, dan status tersangka FL merupakan salah satu hasilnya. Ia harus memikul tanggungjawab atas apa yang diperbuatnya.
Dari kedua hal di atas, muncul pertanyaan dr saya: Tepatkah suatu konsekuensi (akibat) dari sebuah perbuatan yg dilakukan dg sadar itu dianggap sebagai musibah? Setahu saya, musibah adalah suatu peristiwa menyedihkan atau petaka yg menimpa dan tidak bisa dicegah atau dihindari.
Tak diragukan lagi bhw FL pernah dan masih memiliki kedudukan dan reputasi yang sangat baik di masyarakat dan dunia pendidikan. Namun kini reputasi itulah yg sedang dipertaruhkan karena beliau menjadi tersangka dlm kasus tipikor yg ditangani KPK. Sah-sah saja jika MN dan sebagian orang berharap agar FL tidak terbukti bersalah di dlm proses pengadilan. Dan saya setuju bhw kita tdk boleh mendahului vonis Pengadilan. Hanya saja, rasanya kok kurang pas jika status tersangka tipikor dianggap sebagai musibah dan bukan sebagai sebuah akibat dr suatu tindakan sendiri. Apalagi jika kita menyaksikan banyak kasus orang-2 yg kelihatannya punya reputasi hebat ternyata kemudian juga menjadi urusan KPK atau Kejaksaan karena tersangkut rasuah atau korupsi.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment