Seluruh rakyat Indonesia sudah pasti berudakcita yg sedalam-2nya atas peristiwa jatuhnya Helikopter TNI-AD di wilayah Poso pada Ahad lalu (20/3/16). Dukacita yang sama juga dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia ketika musibah yang mirip dialami oleh Heli dan pesawat TNI-AU beberapa waktu lalu. Dan dukacita akan terus dirasakan dan dinyatakan manakala pesawat-2 tempur milik TNI/Polri, kapal-kapal milik TNI/Polri, berkali-kali mengalami kecelakaan dan membawa korban tewasnya para prajurit dlm jumlah yang cukup banyak itu. Publik berhak bertanya mengapa demikian sering terjadi musibah itu dan bagaiana upaya mengatasinya?
Pandangan politisi PKS, Ahmad Zainudin (AZ), mengenai kasus kecelakaan ini perlu dicermati. Sebagai anggota Komisi I DPR, yg antara lain membidangi masalah TNI, tentu informasi yang dimiliki AZ bisa dipertanggungjawabkan. Pandangannya yang tidak hanya melihat kecelakaan tsb dari sisi teknis, saya kira menarik dan layak utk diperhatikan. ZA menganggap terjadinya kecelakaan Helikopter di Poso itu bukan semata karena persoalan teknis pesawat, kesalahan manusia (human error), atau karena faktor eksternal (cuaca), tetapi terkait dengan rencana operasi Tinombala yang bertujuan memburu gembong teroris Santoso. Menurut AZ, kecelakaan Heli tsb lebih disebabkan karena operasi tsb diperpanjang hingga enam bulan ke depan, sehingga meleset dari rencana dan target yang ditetapkan.
Jika asumsi itu digunakan, maka berbeda dengan alasan resmi dari pihak TNI dan Plri (yg lebih menyebut sebabnya karena masalah cuaca), penjelasan AZ itu memiliki implikasi yang lebih luas. Ada dimensi operasional terkait dengan perencanaan dan pelaksanaan di lapangan yang tidak tepat sehingga berdampak kontraproduktif. Masalahnya, informasi yang cukup rinci mengenai dimensi ini tidak pernah diketahui secara terbuka oleh publik. Dengan demikian, solusi yg ditawarkan utk menjawab persoalan biasanya terbatas kepada bagaimana memperbaharui alutsista. Walaupun masalah pembaharuan alutsista memang penting, tetapi seharusnya dimensi-2 yang terkait kebijakan dan kapasitas manajemen sistem pertahanan juga perlu diperhatikan secara srius.
Reformasi bidang pertahanan dan keamanan menjadi tantangan penting bagi bangsa dan negara kita, dan dalam negara yg demokratis, maka akuntabilitas publik perlu dijadikan salah satu dimensi utama. Publik yang semakin memiliki akses informasi dan berhak mengemukakan pendapatnya, tentu tidak cukup jika hanya diberi jawaban-jawaban klise jika terjadi hal-hal seperti kecelakaan pesawat tempur TNI dan Polri. Lambat atau cepat, pihak yang bertanggungjawab dalam kebijakan pertahanan dan keamanan pasti akan dituntut utk semakin transparan.
Simak tautan ini:
http://keamanan.rmol.co/read/2016/03/21/240277/Operasi-Tinombala-Harus-Dievaluasi-Terkait-Jatuhnya-Heli-TNI-AD-
0 comments:
Post a Comment