Desakan Komisi Informasi
Publik (KIP) agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka laporan
keuangannya kepada publik, saya kira perlu didukung oleh rakyat
Indonesia dan Pemerintah. Sebagaimana dikemukakan oleh Ketua KIP,
Abdulhamid Diporamono (AD), lembaga non-pemerintah tsb wajib melakukan
laporan terbuka kepada publik karena ia mendapat alir dana dari APBN dan
juga dari berbagai kementerian, selain dari masyarakat. Menurut AD,
dana masyarakat tsb "berasal dari sertifikasi halal". Yg disebut
terakhir itu, masih menurut DA, "... bukan saja untuk produk makanan,
minuman, dan kosmetik, tetapi juga semua barang dan jasa."
Saya
sependapat bahwa publik berhak utk mengetahui seberapa banyak dana yang
dimiliki MUI, dan juga apa saja peruntukannya, dan, yg tak kalah
penting, adalah akuntabilitasnya terhadap publik. MUI yg sudah malang
melintang sejak masa Orde Baru itu seharusnya mematuhi aturan
perundang-undangan yg berlaku, khususnya dalam masalah
pertanggungjawaban dana yang diberikan oleh negara melalui APBN dan
instansi-2 Pemerintah melalui berbagai program yang mereka buat bersama
atau sendiri-sendiri. Akuntabilitas publik itu juga mestinya berlaku
sama terhadap semua lembaga yang juga menerima dana dari negara,
Pemerintah serta masyarakat. Sebagaimana yg ditentukan oleh UU No.
14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP), MUI adalah
termasuk sebuah badan publik, yakni badan yang merupakan bagian dari
lembaga-2 negara dan "badan lain atau organisasi nonpemerintah yang
sumber dananya berasal dari APBN, APBD, dan sumbangan masyarakat."
Salah satu konsekuensi dari aturan ini adalah MUI mesti melaporkan
keuangannya serta diaudit oleh lembaga auditor yang telah ditentukan
oleh Pemerintah, dan hasilnya bisa diketahui oleh publik. Dengan
demikian publik bisa melihat dan mengevaluasi secara transparan apakah
ormas ini melaksanakan aturan dan bisa dimintai pertanggungjawaban jika
terjadi penyalahgunaan. Khususnya dalam persoalan biaya terkait dg
sertifikasi halal, saya kira hal itu perlu mendapat perhatian yang
serius dari Pemerintah dan publik. Rasanya publik (termasuk saya
sendiri) masih banyak yang tidak paham bagaimana pengelolaan dana-dana
yg terkumpul dari sertifikasi ini, termasuk penggunaannya dan bagaimana
pertanggungjawaban publiknya.
Sebagai sebuah organisasi,
keberadaan MUI bukan hanya di Pusat tetapi juga di berbagai daerah di
seluruh Nusantara. Dan karena itu aturan terkait pelaporan dana itu juga
tentunya berlaku bagi mereka. Saya yakin MUI di daerah-2 juga menerima
aliran dana yang sama dari Pemerintah (APBD) dan juga dari masyarakat.
Keterbukaan dalam masalah keuangan akan membuat kredibilitas ormas spt
MUI terjaga. Sebaliknya apabila ia tertutup maka akan menciptakan
berbagai spekulasi yang dampaknya justru dapat mengurangi kredibilitas
tsb.Kita tunggu bagaimana respon MUI menyikapi desakan KIP ini.
Bravo KIP!!
Simk tautan ini:
https://nasional.tempo.co/…/komisi-informasi-desak-mui-buka…
0 comments:
Post a Comment