Ade Komarudin politisi senior Parta Golkar yg akrab dipanggil dengan nama Akom, kemaren (11/01/16) resmi dilantik menjadi Ketua DPR-RI, menggantikan rekan separtainya, Setya Novanto (SN) yang mundur karena persoalan "Freeport-gate''. Secara formal, barangkali Akom dan Golkar kubu Aburizal Bakrie (ARB) sudah merasa tidak ada masalah. Apalagi pihak Istana juga ikut mengamini pelantikan tersebut. Pihak kubu Agung Laksono (AL), tentu saja menolak dan masih akan terus mempermasalahkan. Demikian pula upaya-upaya parpol lain yang kini sedang bergulir utk mengamandemen UU MD3, sehingga akan bisa dilakukan perombakan lagi dalam struktur kepemimpinan lembaga perwakilan rakyat tsb.
Namun hemat saya, Akom dan pimpinan DPR masih akan diuji karena persoalan kredibilitas dan legitimasi. Baru kali ini dalam sejarah DPR RI, pelantikan Ketuanya dipersoalkan dan menjadi pangkal perdebatan yang demikian sengit. Bukan saj perdebatan tsb muncul dari Fraksi-2 parpol di luar Golkar, tetapi juga dari dalam sendiri. Belum lagi, pelantikan Akom terjadi sat situasi politik partainya sedang tidak kondusif, untuk tidak mengatakan sedang amburadul. Kepemimpinan DPR pasca-Freeport-gate juga masih sangat rentan dengan masalah kredibilitas dan legitimasi, seperti halnya yang terjadi dengan salah seorang Wakil Ketua DPR dari PKS, yang konon kini sedang diminta mundur oleh elite partainya!
Tetapi persoalan yg dihadapi Akom adalah legitimasi publik yang secara umum tidak memiliki kepercayaan (trust) thd DPR. Kepemimpinan Akom, dengan demikian, sedang berhadapan dengan problem legitimasi politik yang serius dan ini tentu merupakan tantangan besar bukan saja bagi dirinya tetapi juga bagi pimpinan DPR secara keseluruhan. DPR hasil Pileg 2014 telah menunjukkan kepada rakyat Indonesia bahwa mereka terus menerus menjadi bagian dari masalah di negeri ini. Bukan merupakan solusi!
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment