Oleh Muhammad AS Hikam
Pengantar: Tulisan bersambung berikut ini merupakan sebuah upaya memahami fenomena munculnya kekuatan non-negara yang menggunakan terorisme untuk mencapai tujuan membangun sebuah negara lintas bangsa (trans-nasional state). Kekuatan tersebut adalah apa yang disebut sebagai Islamic State in Iraq and Sham/Syria (ISIS) atau kini bernama Islamic State (IS). Semoga bermanfaat untuk menjadi bahan perbincangan dan pertukaran pikiran di antara para sahabat semua. Trims (MASH)
4.2 Mekanisme Penyebaran ISIS di Indonesia
Tak diragukan lagi bahwa pengaruh ISIS kini telah tersebar sampai di kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara Filipina, Indonesia, dan Malaysia dengan magnitude yang berbeda-beda. MILF (Moro Islamic Liberation Front), organisasi separatis di wilayah Filipna selatan, menyatakan dukungan kepada ISIS secara resmi. Demikian juga beberapa anggota kelompok radikal di Indonesia yang juga menyatakan dukungannya kepada ISIS, seperti FAKSI, GARIS, beberapa anggota FPI, JAT, dan para mantan anggota JI yang berada di Lapas. Dapat diduga bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya menjadi pendukung ISIS terbanyak di kawasan Asia Tenggara. Bukan karena jumlah penduduk Muslim Indonesia memang paling banyak dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN, namun faktor yang lebih berperan dalam penyebaran pengaruh ISIS adalah banyaknya kelompok dan organisasi radikal di negeri ini.
Penyebaran pengaruh ISIS di Indonesia, tak pelak lagi, terutama melalui para ustad radikal, baik internasional maupun nasional, yang condong kepada ideologi politik ISIS. Contohnya adalah Omar Bakri (ustad Siria yang terpidana), Amman Abdurahman, dan Abu Bakar Ba’asyir (tokoh jihadi Indonesia yang terpidana). Tiga tokoh ini menjadi role model bagi Fachry dan kawan-kawan untuk mengembangkan ISIS. Bahkan Amman Abdurahman dan Abu Bakar Ba’asyir yang berada di dalam penjara pun, tidak kehilangan semangat untuk menyebarkan ajaran-ajaran ISIS. Mereka berdua tetap konsisten mendukung dan menyarankan semua pengikutnya untuk berbaiat kepada ISIS, baik pendukung yang berada di napi atau di luar napi sana. Amman Abudrahamman, misalnya, pernah mengeluarkan pernyataan kepada semua kaum muslimin agar menjaga segala tindakan lisannya dari menyerang dan melemahkan ISIS.
Berkembangnya ideologi ISIS dan pengaruhnya tak lepas dari peran jejaring dunia maya, terutama beberapa website di Indonesia yang, secara terang-terangan maupun tidak terang-terangan, mendukung ISIS, misalnya, http://al-mustaqbal, http://shoutussalam, & http://panjimas. Akses yang bebas terhadap jejaring social media, seperti twitter, YouTube, dan Facebook juga mendukung menjadi wahana propaganda kepada masyarakat Indonesia untuk bergabung dengan ISIS di Suriah. Penyebaran ISIS juga dilakukan dengan cara-cara gerilya, yaitu pemberian ceramah antar Masjid-Masjid kecil, perekrutan anggota-anggota muda (khususnya mereka yang hanya lulusan SMA atau tidak lulus kuliah), penyebaran di Lapas (khususnya kepada para terpidana kasus terorisme), pemasangan bendera ISIS di beberapa jalan di wilayah perkotaan, dan pelaksanaan pawai di tempat umum, seperti yang terjadi di Bundaran HI, Jakarta Pusat.
Untuk memperkuat ajakan bergabung dengan ISIS, salah satu metode yang digunakan adalah testimoni/kesaksian dari warga Indonesia yang sudah berangkat dan bertempur di Siria (contoh Bahrumsyah). Selain didorong oleh ideologi Jihadi, ajakan untuk pergi ke Siria juga diming-imingi dengan keterlibatan dalam pelatihan militer yang mendalam dan uang. Pendapatan akan diberikan bagi mereka yang tergabung di pasukan ISIS, yaitu $50 untuk uang bulanan, $50 untuk tiap istri (apabila dibawa), dan $ 25 untuk tiap anak (apabila dibawa). Metode testimoni dan iming-iming imbalan uang seperti ini ditengarai cukup ampuh untuk merekrut beberapa calon relawan ISIS dari Indonesia.
Modus operandi taktik penyebaran ajaran ISIS di Indonesia lainnya adalah dengan melakukan seminar-seminar yang bertemakan anti ISIS, namun kenyataannya dalam seminar tersebut kerap melakukan aksi-aksi brainwashing untuk menjaring anggota pendukung ISIS. Contoh kasus adalah seminar dengan judul “Membongkar Khilafah Al-Baghdadi” pada 7 Desember 2014 di Kendal, Jawa Tengah, yang kenyataanya adalah salah satu aksi kampanye ISIS. Selain itu masih banyak seminar-seminar lain yang berkedok anti ISIS, malah justru menyebarkan dan bahkan mengajak WNI untuk bergabung dengan ISIS.
Pertanyaan yang sering muncul terkait dengan penyebaran pengaruh ISIS melalui jejaring dunia maya adalah, sejauh mana kemampuan Pemerintah dalam menghadapinya? Sebagian pengamat masalah terorisme di Indonesia mengatakan bahwa lembaga pemerintah sulit melawan rating popularitas beberapa website yang mendukung penyebaran radikalisme, termasuk tetapi tak terbatas pada ISIS, di media internet. Contohnya adalah website “damailahindonesiaku.com” bentukan Badan Nasional Pemberantasan Terorisme (BNPT) yang hanya menduduki urutan 10,379,317 dunia dibandingkan “VoA-Islam” yang berada di urutan 14,877. Selain itu website Arrahmah.com yang memiliki follower sebanyak 36,200 dan telat di tweet sebanyak 23,4 ribu kali di media sosial Twitter. Selain itu, penyebaran ISIS juga didukung oleh majalah-majalah lokal seperti Al-Mustaqbah, Dabiq, dan Waislama yang bebas diperjualbelikan. Hal inilah yang semakin membuat begitu mudahnya ISIS berkembang di wilayah NKRI dengan menggunakan fasilitas media sosial yang sangat ampuh untuk menggalang dukungan.
Kelompok pendukung ISIS di Indonesia cukup efektif dalam menggunakan media sosial sebagai wahana propaganda. Santoso, pemimpin jaringan Kelompok Mujahidin Indonesia Timur, diketahui menyampaikan dukungan terhadap pimpinan ISIS Abu Bakar Al Bahgdadi melalui media sosial YouTube. ISIS benar-benar memanfaatkan sosial media karena mengetahui bahwa penduduk Indonesia salah satu dari 10 konsumen terbesar sosial media di dunia. Dengan demikian hal inilah yang menyebabkan ISIS mampu ‘mengalahkan’ rating dari sosial media yang dioperasionalkan oleh BNPT.
4.3 Mengapa Rekrutmen ISIS berhasil?
Dari aspek internasional, salah satu perkembangan yang paling merisaukan pemerintah dinegara besar seperti AS dan sekutu-sekutunya di Eropa adalah kemampuan kelompok teroris ISIS dalam melakukan rekrutmen di negara-negara Barat, khususnya generasi muda yang beragama Islam. Kasus-kasus tentang rekrutmen anak-anak muda yang dilakukan oleh ISIS melalui propaganda di media sosial, hampir tiap hari dilaporkan oleh media. Pertanyaan yang dapat dikemukakan adalah mengapa organisasi teroris tersebut berhasil melakukan rekrutmen secara internasional? Dan pelajaran apa yang bisa diambil oleh Indonesia?
Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas tentu tidak sederhana. Namun menurut beberapa pakar dan praktisi yang menangani masalah ini, ada beberapa alasan mengapa kampanye dan propaganda ISIS menarik kalangan muda: Pertama, kekecewa dari kaum muda Muslim di negara-negara Barat terhadap kondisi kehidupan yang mereka alami, kendati secara ekonomi lebih dari cukup. Kedua, kaum muda Muslim banyak yang terpesona dan bahkan tergoda oleh semangat juang yang ditawarkan dan dipertunjukkan lewat berbagai tayangan di dunia maya, khususnya video dan propaganda di media social. Ketiga, keinginan untuk menjadi martir (syahid) karena memperjuangkan agama menghadapi kaum kuffar. Keempat, kegagalan negara dan aparatnya dalam upaya membendung propaganda ISIS serta pemahaman tentang Islam yang masih sangat kurang. Poin terakhir ini sejatinya tambahan pandangan pribadi penulis setelah mempelajari dan bicara dengan beberapa pihak mengenai strategi pembendungan kaum teroris di negara-negara maju tersebut.
Meskipun untuk alasan pertama di atas kurang begitu relevan untuk kasus rekrutmen ISIS di Indonesia, tetapi masalah ketidak puasan kaum muda di negeri ini terhadap kondisi masyarakat modern yang semakin materialistis memiliki relevansi dan perlu dijadikan bahan pertimbangan. Bagaimanapun juga kondisi masyarakat Indonesia yang sedang mengalami proses perubahan fundamental dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat modern industrialis telah ikut menjadi salah satu faktor terjadinya keterasingan (alienation) dan frustrasi di kalangan sebagaian generasi muda. Jika di Barat, kondisi kemapanan ekonomi menyebabkan generasi muda Islam mencari sesuatu kegiatan yang lain dan lebih bermakna, di Indonesia sebaliknya: modernisasi dan industrialisasi menyebabkan marginalisasi dan frustrasi kaum muda yang tidak memperoleh ‘kue” pembangunan dan industrialisasi. Maka tawaran-tawaran gagasan alternatif untuk melakukan perubahan cepat pun menjadi sangat menarik, termasuk yang datangnya dari kelompok jihadi.
Namun untuk alasan kedua sampai kempat, relevansinya lebih tinggi dan sangat penting diperhatikan baik oleh Pemerintah maupun kalangan masyarakat sipil di Indonesia, termasuk para agamawan Muslim dan ormas-ormas Islam, yang menyatakan menolak dan anti terhadap aksi kekerasan serta terorisme atas nama agama serta ideologi transnasional radikal Islam seperti Al-Qaeda dan ISIS serta kelompok-kelompok sempalan mereka. Seperti telah disebutkan di atas, propaganda melalui jagat maya (cyber world), memang sangat intensif dilakukan oleh ISIS dan pendukungnya, dan cara-cara manipulasi informasi melalui tayangan video dan YouTube tampaknya juga efektif utk menarik minat kaum muda. Inilah modus operandi yang sejatinya perlu mendapat prioritas utama untuk dicegah.
Amerika dan Negara-negara Eropa menyaksikan perkembangan komunitas Muslim yang pesat di wilayah mereka. Komunitas Muslim di kedua wilayah tersebut sangat berkembang baik dari segi jumlah maupun kemakmuran ekonominya, karena banyak sekali dari kaum migran Muslim yang generasi kedua atau ketiganya merupakan kelas profesional. Sehingga merekapun secara ekonomi dan status sosial mengalami peningkatan yang jauh lebih baik ketimbang ketika masih berada di negara asal. Inilah yg kemudian menjadi salah satu faktor perlunya pemahaman yang semakin baik dari Pemerintah dan negara terhadap Islam dan komunitas Muslim.
Di negara yang berpenduduk mayoritas Muslim seperti Indonesia, pengaruh gerakan radikal Islam seperti ISIS, dan sebelumnya Al Qaeda, JI, dan lain-lain, sangat dipengaruhi oleh kondisi struktural maupun kultural dalam masyarakat. Modernisasi dan keterbukaan politik serta pengaruh ekonomi pasar, ditambah lagi dengan pengaruh globalisasi yang meluas dan mendalam, mengakibatkan terjadinya proses diferensiasi sosial yang demikian besar sehingga struktur masyarakat Indonesia sudah jauh berbeda dengan ketika Orde Baru mulai berkuasa. Urbanisasi yang teradi selama empat dasawarsa terakhir telah membuat penduduk perkotaan (urban areas) yang kian membesar meninggalkan jumlah penduduk pedesaan. Ini berarti bahwa masyarakat Indonesia juga akan mengikuti pola-pola masyarakat urban industrial, yang ciri-cirinya adalah lenyapnya ikatan-ikatan paguyuban dan maraknya mayarakat yang atomistik. Berkembang pesatnya teknologi informasi dan media sosial, juga mengurangi ketergantungan kepada otoritas-otoritas tradisional, termasuk dalam masalah keagamaan. Kondisi seperti inilah yang membuka peluang bagi mudahnya penyebaran pemahaman-pemahaman baru, termasuk ideologi radikal, dalam masyarakat khususnya pada generasi muda perkotaan yang terdidik.
Secara kultural, masyarakat Indonesia yang terbuka juga semakin mudah mencari, menerima, dan bertukar informasi sehingga nilai-nilai yang selama ini dianggap mapan kemudian mengalami tantangan dan mengharuskan terjadinya penafsiran ulang atau penyesuaian dengan realitas baru. Ideologi radikal dan pendukungnya memanfaatkan keterbukaan ini untuk menyebarkan pengaruh mereka dengan memanfaatkan teknologi maju dan kondisi yang ‘cair’ dalam masyarakat urban. Daya tarik ideologi radikal kepada generasi muda di perkotaan dan terdidik akan semakin besar manakala nilai-nilai yang selama ini dipegang dan dijadikan sandaran ternyata dianggap kehilangan relevansinya dalam realitas baru.
Bersambung...
(BAGAIMANA MENANGKAL PENGARUH ISIS?)
(BAGAIMANA MENANGKAL PENGARUH ISIS?)
0 comments:
Post a Comment