Pepatah yg satu ini, sangat populer di masyarakat Indonesia. Ia bisa ditafsirkan bahwa hendaknya orang berhati-hati dalam berbicara, berjanji, membuat statemen publik, dll. Sebab kadang yg apa yg ia katakan bisa saja memukul dirinya sendiri, karena satu dan lain hal. Apakah pepatah ini berlaku bagi Partai Nasdem, khususnya bossnya, Surya Paloh (SP), yg pernah mengatakan "kalau kadernya korupsi, partai Nasdem lebih baik bubar."? Jawabnya tentu tergantung pada perspektif apa yg digunakan. Banyak pihak yang kini menagih boss Metro TV dan Ketua DPP Partai Nasdem tsb, setelah Sekjen partainya, Patrice Rio Capella (PRC) menjadi tersangka tipikor oleh KPK, kendati ybs sudah mundur dari keanggotan dan jabatan sebagai pengurus dan anggota DPR.
Tetapi bisa saja Nasdem dan para pendukungnya akan membela diri, bahwa yg dikatakan bossnya tidak jauh berbeda dengan iklan "Katakan Tidak pada Korupsi" yang dibuat oleh Partai Demokrat (PD), atau slogan partai yang menyatakan dirinya sebagai partai yang bersih, dll. Statemen-statemen itu merupakan cara partai politik dan politisi utk menarik pendukung dan, sebagai iklan, tentu mengandung semacam ekspressi yang menyangatkan atau 'hyperbole'. Ia tidak memilik konsekuensi hukum positif, tetapi lebih kepada konsekuensi politik dan moral dari pihak yg melontarkan statemen. Apakah ia akan merugikan dirinya atau tidak, sangat tergantung pada sejauhmana publik menanggapinya. PD mengalami backlash dari publik ketika ternyata para elitnya menjadi tersangka, terdakwa, dan terpidana tipikor, sehingga partai besutan Presiden SBY itu ditinggal para pemilih dalam Pemilu 2014. Apakah Partai Nasdem akan mengulangi hal sama? Bisa saja demikian, jika SP dan elite partai tsb tidak segera memberikan respon yang tepat kepada pemilihnya.
Rakyat Indonesia saat ini cukup peka dan kritis terhadap parpol dan elite-2nya, khususnya jika terkait dengan masalah korupsi. Upaya pelemahan terhadap KPK, kendati terus menerus dilancarkan dari seluruh penjuru, masih belum berhasil karena tingkat kepercayaan rakyat pada lembaga antirauah tsb sangat tinggi. Demikian pula, jika ada parpol atau politisi yang terkait dengan kasus tipikor. Parpol besar seperti PD dan parpol menengah seperti PKS sudah mencicipi bagaimana 'hukuman' publik terhadap mereka. Dan kini Nasdem, yg merupakan bartai baru di parlemen, sedang menghadapi tes kepercayaan tsb. Sikap PRC (dan sebelumnya OC Kaligis) yg mengundurkan diri, bisa jadi adalah sebuah strategi pre-emptive sebelum publik gencar menggugat Nasdem. Tetapi ini tentu belum cukup, sebab sentimen publik juga cenderung masih belum percaya bahwa urusan yang membelit PRC dan OCK berhenti sampai di situ.
Tanpa berpretensi mengadili Nasdem dan elite parpol tsb, saya berpandangan bahwa DPP Nasdem perlu memberikan klarifikasi kepada publik secara terbuka dan melakukan "bersih-bersih" secepatnya. Menggunakan cara berkilah dan 'mbulet' melalui kampanye media, dalam situasi seperti sekarang, tidak akan banyak menolong. Apalagi Nasdem merupakan salah satu parpol pendukung Pemerintah Presiden Jokowi; tentu saja kecurigaan publik tidak akan berhenti hanya sampai partai itu sendiri dan bisa merembet juga kepada Pemerintah. Setidaknya jika Nasdem tidak "comes clean" dalam masalah tipikor ini, ia akan menjadi salah satu pintu masuk bagi ketidakpercayaan publik thd Pemerintah PJ. Jika sang Sekjen tersangka korupsi, bagaimana dengan yang lain? Pertanyaan semacam ini mau tidak mau, suka atau tidak suka, akan berpotensi muncul di ruang publik.
SP dan para kader Nasdem, bisa saja mengelak, bahwa statemen "kalau kadernya korupsi, partai Nasdem lebih baik bubar" hanyalah semacam penyemangat dan slogan politik, tetapi publik bisa juga menganggap statemen itu masuk dalam kategori "mulutmu, harimaumu."
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment