Politik, kata orang, adalah seni bergaul antara orang-2 (baca= politisi) baik dengan yang tidak baik. Kalau dunia politik isinya orang-2 tidak baik semua, tentu negara akan kolaps. Tetapi berharap dunia politik diisi 100% orang-2 yang baik, rasanya juga utopia alias 'ngoyoworo'. Jadi lumrahnya, di dalam politik ada orang-2 baik dan ada yg tidak baik. Ada para politisi yang memikirkan dan memperjuangkan kepentingan bangsa dan negara, ada yang cuma memikirkan diri sendiri dan kelompoknya. Persoalannya adalah bagaimana politisi yang baik bisea tetap mengontrol para politisi busuk?
Jawabnya tentu adalah tergantung bagaimana politisi yg baik (dan biasanya jumlahnya tdk akan banyak itu) bisa "bergaul" sedemikian rupa dg para politisi busuk dan politisi yang tidak terlalu busuk, agar negara dan bangsa tdk dirugikan, dirampok, dan kolaps. Idealnya, para politisi yg baik bisa mengontrol, mengawasi, dan bahkan mengarahkan gerak langkah politisi yg tidak baik. Tentu sambil terus mengajak publik mendukung mereka! Politik yg riil memang tidak akan pernah sepi dari tarik menarik dan pertarungan antara para politisi baik vs politisi busuk dan yang setengah busuk.
Masalahnya adalah jika dlm tarik menarik itu, politisi yang baik lalu malah diserap oleh magnet politisi busuk dan setengah busuk. Alih-2 bisa memengaruhi, mengontrol, dan mengawasi, justru si politisi baik itu cenderung makin bergerak menuju posisi sebaliknya, yaitu mengarah menjadi politisi busuk. Ketika ia belum masuk dunia politik praktis ia begitu bagus dan diidealkan, tetapi belum setahun jadi pejabat ternyata mulai bergeser mengarah menjadi politisi yang hanya memikirkan jabatan dan kepentingan kelompok.
Karena politik itu, ipso facto, berurusan dengan kekuasaan maka politisi pun mesti mampu mengambil jarak dengan kekuasaan. Mirip dengan api, ketika kekuasaan masih kecil dan terkendali, biasanya sangat bermanfaat dan tidak berbahaya. Tetapi semakin kekuasaan membesar dan tak terkontrol, ia akan membakar dan memusnahkan semua, termasuk si politisi, masyarakat, dan bangsa. Politisi yg baik, biasanya memiliki kapasitas mengambil jarak dari kekuasaan, bukan tenggelam dalam adiktifnya kekuasaan.
Bicara ttg masalah Freeport, hemat saya, ia bukan cuma soal kocek dan keuntungan finansial negara belaka. Ia juga berisi masalah keadilan, kemandirian negara, dan kesejahteraan rakyat terutama rakyat Papua. Sebagai politisi yg baik, Teten Masduki (TM) tentu harus bisa melihat dan menimbang persoalan Freeport bukan hanya dari sisi uang belaka. TM dikenal punya reputasi sebagai aktivis pembela HAM dan pendekar anti-korupsi di negeri ini sebelum ia masuk di dunia politik. Publik tentu berharap banyak kepadanya agar tetap konsisten dan menjadi politisi yang baik. Jangan sampai rakyat kecewa thd sikap TM yang terkesan malah tidak berpihak kepada kepentingan bangsa dan negara, tetapi lebih kepada kepentingan sesaat dan kelompok kepentingan tertentu.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment