Mendekati Hari Raya Idhul Adha, tampaknya sudah terdeksi adanya potensi gangguan keamanan di Tolikara, Papua, yang mengingatkan kita pada insiden Idul Fitri beberapa bulan lalu. Tak kurang dari Menko Polhukam, Luhut B. Panjaitan (LP), yang sudah sejak dini cawe-cawe mengantisipasi potensi tsb, dengan mengajak bicara para pemangku kepentingan di Tolikara, seperti Imam Masjid Tolikara dan tokoh Muslim setempat, GIDI, aparat Kepolisian, dan Pemda serta pihak Komnas HAM.
Pihak GIDI tampaknya masih merasa ada ganjalan sehingga meminta jaminan kepada Pemerintah, setidaknya dalam 3 hal: 1) Dilepaskannya para tersangka insiden Tolikara; 2) Pemulihan nama baik GIDI sebagai pihak yang tidak terkait separatisme; dan 3) Penyelesaian atau resolusi konflik melalui hukum adat. Pemerintah menolak poin pertama, namun tidak jelas apakah permintaan ke 2 dan ke 3 dipenuhi seluruhnya atau sebagian. Yang pasti, menurut pihak Muslim, Pemerintah juga menjamin tidak akan ada gangguan melaksanakan shalat Ied, sedangkan pihak GIDI juga tidak akan melarang kegiatan keagamaan tsb.
Hemat saya, Pemerintah perlu mengakomodasi usul GIDI agar penyelesaian konflik dengan hukum adat itu. Dengan pendekatan ini, pihak-pihak yang melihat insiden Idul Fitri beberapa waktu lalu hanya dari kacamata politik dan legal formal semata, akan bisa diredam. Rekonsiliasi melalui cara-cara budaya lokal akan lebih memiliki kekuatan utk menyatukan ketimbang pendekatan politik dan legal formal. Mengenai proses penegakan hukum terhadap aksi kekerasan, tentu saja pihak aparat hukum, khususnya Polri dan Pengadilan memiliki wewenang utk menangani. Namun demikian mereka juga harus memperhatikan implikasi-2 yang lebih jauh yang bisa mengancam keamanan dan ketertiban umum. Jangan sampai luka-2 yang sudah mulai menutup itu kembali terbuka.
Pihak-2 luar yang menggunakan kasus Tolikara utk ikut terlibat, atas nama solidaritas agama dan perlindungan HAM, dsb juga perlu dipantau dan jika perlu diminta untuk tidak terkesan provokatif, seolah-olah persoalan yg sama akan berulang dan karena itu perlu pengerahan relawan dari luar utk menunjukkan solidaritas. Saya masih percaya bahwa rakyat di Tolikara baik yang asli maupun pendatang, baik yang beragama Islam maupun yang non Islam, akan bisa menyelesaikan persoalan mereka secara bersama dan menggunakan kearifan-2 lokal yang masih efektif.
Simak tautan ini:
0 comments:
Post a Comment