Setiap hasil Muktamar NU tentu akan ada saja yang menjadi bahan sorotan publik, kritik, dan bahkan pemelintiran di ruang publik. Apalagi jika materi yg dibahas memiliki kaitan dengan masalah strategis dan/ atau sensitif, khususnya yang berdimensi politik. Misalnya saja, hasil pembahasan dan kajian fiqih yang disebut dengan forum Bahtsul Masail (BM, telaah permasalahan) di Muktamar 33 mengenai hukumnya pemakzulan Presiden. Karena topik pemakzulan adalah sensitif dan sangat strategis dalam konteks perpolitikan, sudah sangat wajar jika akan menuai berbagai reaksi seperti yg saya katakan.
Lihat saja, misalnya, respon dari pengamat politik dari Nurjaman Center, Jajat Nurjaman (JN), thd hasil BM tsb yg saya tautkan di status ini. JN dikabarkan oleh media RMOL mengatakan bahwa "Muktamar ke-33 NU menginsyaratkan bahwa NU akan memimpin, atau setidaknya turut serta dalam gerakan people power pemakzulan Jokowi-JK." Darimana tafsir seperti ini muncul? Ternyata ini dikembangkan dari hasil BM NU ttg pemakzulan. Padahal masalahnya tidak sesederhana itu. NU tidak bicara hanya dlm konteks Pemerintahan Jokowi-JK. Secara substantif, NU menyatakan bhw Presiden hanya bisa dimakzulkan jika ia melanggar konstitusi. Selain itu juga "jika kafir yang jelas, murtad, gila, atau sakit yang tidak ada harapan sembuh." Itupun masih diberi syarat bahwa "kalau dimakzulkan memunculkan fitnah lebih besar, maka tidak boleh."
Pengamat politik seperti JN tampaknya melihat peluang dari BM Muktamar NU ke 33 itu dan kemudian "mengolah"nya sesuai dengan carapandangnya, orientasi, dan kepentingan politiknya. Tetapi bagi saya, hasil fatwa BM soal pemakzulan tidak valid jika ditafsirkan bhw NU akan ikut serta atau bahkan memimpin gerakan people power menghadapi Pemerintah Jokowi-JK. Saya memahami BM itu lebih sebagai warning agar pihak-pihak yang suka omong dan membuat aksi pemakzulan itu hati-hati dan tidak sembarangan. Hemat saya, NU akan menolak jika mereka tidak memakai landasan konstitusional dan tidak memperhitungkan dampak-dampak struktural yg diakibatkannya. Asas kehati-2an yg selalu dipegangi oleh Ulama NU tampak dlm BM tsb, yaitu kendati seandainya syarat2 pemakzulan itu terpenuhi tetapi diprediksi akan mendatangkan kerusakan (mafsadah) yg lebih besar, maka pemakzulan pun dilarang!
Hasil-2 BM yg strategis dan berpotensi sensitif seperti masalah pemakzulan ini perlu disosialisasikan PBNU secara tepat, nalar, dan proporsional sehingga tidak akan dipelintir, disalahpahami, atau dimanipulasi menjadi paham yg salah. Dalam konteks perpolitikan saat ini, fatwa-2 semacam itu akan dicoba digoreng dan di manipulasi oleh pihak-2 yang punya kepentingan politik, termasuk tawar-menawar posisi. Mereka tidak mau tahu dengan konteks fatwa atau hasil BM dan memahaminya dg kajian yg lebih mendalam. Yang penting statemen ttg pemakzulan dari ormas Islam besar spt NU itu ada dan itu sudah cukup untuk diolah dengan berlindung dibalik keilmiahan dan kepakaran. Na'udzubillah min dzalik!
Simak tautan ini:
http://politik.rmol.co/read/2015/08/06/212518/NU-Sinyalir-Cukup-Syarat-untuk-Gulingkan-Pemerintah-
Thursday, August 6, 2015
Home »
» REFLEKSI PASCA-MUKTAMAR NU KE 33: MEWASPADAI DISTORSI THD FATWA-2 HASIL MUKTAMAR (2)
0 comments:
Post a Comment