Menko Kemaritiman, Dr. Rizal Ramli
(RR) kembali menjadi bahan perbincangan publik setelah beliau
melontarkan kritik-kritik terbuka kepada beberapa kebijakan Pemerintah
Presiden Jokowi (PJ). Sehari setelah diambil sumpah oleh PJ menggantikan
Dr. Indroyono Soesilo (IS), RR dikabarkan telah melontarkan tiga
kritik: soal program pembangunan pembangkit listrik 35 megawatt (MW),
soal rencana pembelian pesawat oleh Garuda, dan rencana pembangunan
proyek KA cepat Jakarta-Bandung. Sikap RR yang blak-blakan ini bikin
beberapa petinggi Istana berang, termasuk dan terutama Wapres Jusuf
Kalla (JK). Ini bisa jadi karena JK merasa kritik RR ttg pembangkit
listrik 35 MW langsung menohok dirinya.
Sudah barang tentu sikap RR kemudian menciptakan kehebohan, kegaduhan, atau setidaknya kegelisahan di kalangan Istana. Apalagi ketika politisi Senayan mulai menyambut bola panas itu, plus media pun menyiarkannya secara luas. Istana, konon, sudah berusaha menyikapi dengan cepat. Tak kurang dari PJ sendiri yg angkat telepon kepada RR, mengingatkan agar tidak berpolemik di ruang publik tentang kebijakan Pemerintah karena dirinya kini adalah bagian dari Kabinet, dan bukan lagi seorang pengamat. Kantor Wapres JK malah bukan hanya menelepon, tetapi juga melontarkan statemen melalui jubirnya dan juga statemen JK sendiri yang intinya menganggap sang Menko tidak paham masalah dan memintanya tutup mulut saja. Namun RR bergeming. Alih-alih menghentikan kritik, apalagi minta maaf, RR malah secara terbuka menantang JK berdiskusi di muka umum mengenai masalah pembangunan pembangkit listrik 35 MW tsb!
Mengapa RR mengambil strategi 'konfrontatif' tsb? Apakah beliau begitu tidak tahu cara berkomunikasi publik sehingga mengabaikan dampak dari sikap tsb? Ataukah RR memiliki tujuan yang lebih jauh dari sekedar berbeda pendapat secara terbuka? Lalu apa implikasinya terhadap upaya PJ melakukan konsolidasi Pemerintahan pasca-reshuffle itu? Pertanyaan-2 ini hanya beberapa diantaranya saja, karena tentu masih ada lagi yg bisa dikemukakan. Hemat saya, RR bukan tdk tahu bahwa sikapnya akan menciptakan kontroversi. Beliau memilih jalan tak populer ini bukan tanpa perhitungan, termasuk menghitung resiko dirinya akan menjadi target kritik dan bahkan mungkin menjadi 'musuh bersama' (common enemy) di Istana!.
Para pengamat umumnya melihat sisi negatif sikap RR tsb. Saya mencoba melihat dari sisi lain. Yakni RR ingin menunjukkan kepada publik bagaimana posisi dirinya: di satu pihak, beliau memang bagian dari Pemerintah atau insider, tetapi pd saat yg sama beliau juga ingin tetap menjaga kemandirian dan integritas sebagaimana yang sering dikatakannya dalam statemen-2 sebelum menjadi pejabat Istana. RR memilih konsistensi tetap kritis bukan hanya thd berbagai kebijakan yang dianggapnya keliru, tetapi juga pihak-pihak yang berada di balik pembuatan kebijakan tsb, termasuk Wapres JK, Menteri RS, atau yg lain. Kemandirian RR itu juga ditunjukkan beliau dengan sikap "tak kehilangan apapun" (nothing to lose) dalam menghadapi resiko. Sikap ini ada kaitannya dg posisi RR sebagai Menko. Jabatan ini hanya bisa efektif jika RR memang memiliki 'leverage' dan/ atau pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan di Kabinet. Jika tidak, maka posisi yg dipegangnya hanyalah sekadar asesori saja seperti Menko-2 sebelumnya. Yg jadi taruhan bagi sosok seperti RR adalah, nama dan reputasi beliau. Jangan sampai ada kesan dirinya sudah dibeli atau dibungkam dengan jabatan! Walhasil sikap RR, hemat saya, tidak hanya sekedar "waton suloyo", cari sensasi, atau apalagi "gagah-gagahan". Sikap RR yg bikin galau banyak orang di Istana itu ada hitung-2annya.
Apakah RR akan konsisten bertahan dengan sikap yg ternyata sudah mulai memunculkan kehebohan, kegaduhan di Istana dan kontroversi di ruang publik tsb? Saya tdk tahu. Tetapi sepengetahuan saya yg mengenal beliau secara pribadi, RR bukanlah sosok yang suka mencari sensasi atau punya kebiasaan merusak keseimbangan tim dg cara mengguncang perahu (rocking the boat). Sebagai sosok yg punya reputasi dan track record kinerja yg diakui secara nasional dan internasional, RR pasti punya perhitungan dalam bersikap. Bisa saja ini adalah semacam shock therapy atau call tinggi bahwa dirinya tidak mau hanya dikooptasi oleh kekuasaan, yang beliau tahu persis memang penuh dengan kepentingan-2 yang saling bertentangan. Waktu jualah yg akan membuktikan sikap Menko yg satu ini. Bravo Pak RR!!
Simak tautan ini:
http://news.detik.com/berita/2995103/istana-wapres-minta-rizal-ramli-tutup-mulut-tak-usah-nantang-debat
Sudah barang tentu sikap RR kemudian menciptakan kehebohan, kegaduhan, atau setidaknya kegelisahan di kalangan Istana. Apalagi ketika politisi Senayan mulai menyambut bola panas itu, plus media pun menyiarkannya secara luas. Istana, konon, sudah berusaha menyikapi dengan cepat. Tak kurang dari PJ sendiri yg angkat telepon kepada RR, mengingatkan agar tidak berpolemik di ruang publik tentang kebijakan Pemerintah karena dirinya kini adalah bagian dari Kabinet, dan bukan lagi seorang pengamat. Kantor Wapres JK malah bukan hanya menelepon, tetapi juga melontarkan statemen melalui jubirnya dan juga statemen JK sendiri yang intinya menganggap sang Menko tidak paham masalah dan memintanya tutup mulut saja. Namun RR bergeming. Alih-alih menghentikan kritik, apalagi minta maaf, RR malah secara terbuka menantang JK berdiskusi di muka umum mengenai masalah pembangunan pembangkit listrik 35 MW tsb!
Mengapa RR mengambil strategi 'konfrontatif' tsb? Apakah beliau begitu tidak tahu cara berkomunikasi publik sehingga mengabaikan dampak dari sikap tsb? Ataukah RR memiliki tujuan yang lebih jauh dari sekedar berbeda pendapat secara terbuka? Lalu apa implikasinya terhadap upaya PJ melakukan konsolidasi Pemerintahan pasca-reshuffle itu? Pertanyaan-2 ini hanya beberapa diantaranya saja, karena tentu masih ada lagi yg bisa dikemukakan. Hemat saya, RR bukan tdk tahu bahwa sikapnya akan menciptakan kontroversi. Beliau memilih jalan tak populer ini bukan tanpa perhitungan, termasuk menghitung resiko dirinya akan menjadi target kritik dan bahkan mungkin menjadi 'musuh bersama' (common enemy) di Istana!.
Para pengamat umumnya melihat sisi negatif sikap RR tsb. Saya mencoba melihat dari sisi lain. Yakni RR ingin menunjukkan kepada publik bagaimana posisi dirinya: di satu pihak, beliau memang bagian dari Pemerintah atau insider, tetapi pd saat yg sama beliau juga ingin tetap menjaga kemandirian dan integritas sebagaimana yang sering dikatakannya dalam statemen-2 sebelum menjadi pejabat Istana. RR memilih konsistensi tetap kritis bukan hanya thd berbagai kebijakan yang dianggapnya keliru, tetapi juga pihak-pihak yang berada di balik pembuatan kebijakan tsb, termasuk Wapres JK, Menteri RS, atau yg lain. Kemandirian RR itu juga ditunjukkan beliau dengan sikap "tak kehilangan apapun" (nothing to lose) dalam menghadapi resiko. Sikap ini ada kaitannya dg posisi RR sebagai Menko. Jabatan ini hanya bisa efektif jika RR memang memiliki 'leverage' dan/ atau pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan di Kabinet. Jika tidak, maka posisi yg dipegangnya hanyalah sekadar asesori saja seperti Menko-2 sebelumnya. Yg jadi taruhan bagi sosok seperti RR adalah, nama dan reputasi beliau. Jangan sampai ada kesan dirinya sudah dibeli atau dibungkam dengan jabatan! Walhasil sikap RR, hemat saya, tidak hanya sekedar "waton suloyo", cari sensasi, atau apalagi "gagah-gagahan". Sikap RR yg bikin galau banyak orang di Istana itu ada hitung-2annya.
Apakah RR akan konsisten bertahan dengan sikap yg ternyata sudah mulai memunculkan kehebohan, kegaduhan di Istana dan kontroversi di ruang publik tsb? Saya tdk tahu. Tetapi sepengetahuan saya yg mengenal beliau secara pribadi, RR bukanlah sosok yang suka mencari sensasi atau punya kebiasaan merusak keseimbangan tim dg cara mengguncang perahu (rocking the boat). Sebagai sosok yg punya reputasi dan track record kinerja yg diakui secara nasional dan internasional, RR pasti punya perhitungan dalam bersikap. Bisa saja ini adalah semacam shock therapy atau call tinggi bahwa dirinya tidak mau hanya dikooptasi oleh kekuasaan, yang beliau tahu persis memang penuh dengan kepentingan-2 yang saling bertentangan. Waktu jualah yg akan membuktikan sikap Menko yg satu ini. Bravo Pak RR!!
Simak tautan ini:
http://news.detik.com/berita/2995103/istana-wapres-minta-rizal-ramli-tutup-mulut-tak-usah-nantang-debat
kami percaya..
ReplyDeletestrategi yang diambil pak RR demi kepentingan nasional, kepentingan rakyat, dan kepentingan demokrasi..
kalaupun ada pengamat yang mengkritik, menurutku sampai sejauh ini logika yang dipakai para pengamat tersebut lebih karena bermotif kaget, dan bermotif tidak independent...
kalau bermotif kaget saya pikir tidak jadi soal..
cuma kalau yang bermotif tidak independent itu yang bahaya...
tapi tidak perlu khawatir, hari ini rakyat sudah cerdas, saluran informasi sudah dua arah..
jadi.. lanjutkan pak RR.. salam perubahan..