Entah sudah berapa kali kasus statemen saling bertentangan antar-anggota
Kabinet kerja (KK) terjadi ketika muncul persoalan yang berdampak
strategis di negeri ini. Yang paling anyar adalah ketika insiden
Tolikara terjadi dan omongan para anggota KK saling bertentangan di
ruang publik. Saya sungguh khawatir, jika Presiden Jokowi (PJ) tidak
bertindak cepat dan tegas dalam menghentikan 'hobby' yang buruk
tersebut, maka yang dirugikan pertama kali adalah beliau sendiri sebagai
Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, lalu Pemerintah sendiri, dan
akhirnya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kalau yang
'celometan' itu levelnya pengurus RT, mungkin dampaknya masih tidak
terlalu berbahaya. Bayangkan, Wapres, Menkopolhukam, disusul Menag dan
Mendagri saling bertentangan omongan di ruang publik, sementara rakyat
menunggu sikap dan tindakan yang jelas, terpadu, dan kompak dari
Pemerintah Pusat dan Daerah utk menyelesaikan insiden shalat Ied di
Tolikara. Wapres JK mula-2 menuding speaker sebagai penyebab insiden,
tetapi kemudian diluruskan sendiri setelah terjadi reaksi keras dari
publik. Kata JK kemudian, di Tolikara ada aturan melarang penggunaan
speaker di tempat ibadah. Menagpun angkat bicara, bahwa tidak ada aturan
tentang peribadatan, yang berarti termasuk soal pelarangan speaker di
masjid atau gereja. Mendagri Tjahjo Kumolo (TK), seolah tak mau kalah,
ikut pula bicara bahwa rusuh di Tolikara bukan terkait isu SARA. Entah
apa maksudnya kata "terkait" itu, karena yang jelas insiden tsb memang
menggunakan salah satu elemen SARA sebagai wahananya. Dengan kata lain
kaitan dengan isu SARA sudah pasti ada.
Lalu Menkopolhukam bilang
bahwa "tidak ada surat edaran mengenai larangan ibadah Shalat Idul
Fitri di Karubaga, Kabupaten Tolikara, Provinsi Papua." Statemen ini,
jika tdk diklarifikasi apa maksudnya, juga nanti berpotensi serius
karena peredaran copy surat edaran yg dibuat oleh oknum-2 GIDI sudah
diketahui banyak orang, plus pengakuan dari pihak GIDI sendiri dan
Kantor Perwakilan Kemenag di daerah tsb bahwa surat tsb ada. Sumber yang
digunakan Menko Tedjo hanyalah bantahan Panitia penyelenggara Seminar
dan, konon, hasil kunjungan Pangdam dan Kapolda. Tidak jelas kunjungan
itu kapan dilakukan dan siapa yang mewakili Panitia Seminar itu, lalu
apkh sudah benar-2 dibandingkan dengan fakta adanya copy surat edaran
dan pengakuan pihak GIDI dan PGLII sendiri.
Walhasil saling
bantah dan omongan-omongan yang saling bertolak belakang dari para
pejabat negara di Jakarta itu mirip sebuah orkestra yang rusak.
Alih-alih menghasilkan sebuah simponi yang merdu dan indah dan membuat
pendengar dan pemirsa terhibur dan menikmatinya, ia malah bikin telinga
bising dan menciptakan kejengkelan dan kemarahan mereka. Saya tidak
tahu, apa para pejabat dlm KK ini memang tak paham bahwa rakyat menilai
omongan mereka. Atau memang mereka ini tidak tahu bahwa perilaku tsb
menciptakan masalah sangat serius dalam manajemen komunikasi publik
antara Istana dengan rakyat Indonesia?
Rasanya kalau pejabat
setingkat Wapres, Menko, dan Menteri, menurut nalar waras tentu tidak
mungkin bicara tanpa memakai sumber yang jelas dan bisa
dipertanggungjawabkan baik secara faktual maupun aturan main. Bukankah
mereka setidaknya akan merasa dipermalukan jika omongan-2 mereka, yg
saling berlawanan itu, satu demi satu dibeberkan di media massa dan
diperbandingkan dengan fakta yang ada. Ataukah mereka sebenarnya masih
dalam mode pemerintahan rezim otoriter di mana omongan pejabat
diasumsikan selalu benar dan tidak pernah salah?
PJ harus
bertindak cepat mengendalikan para pembantunya agar jangan mudah bikin
statemen yang kemudian membuat mereka saling berbantah di ruang publik.
Nanti ujung-2nya PJ sendiri yang kemudian akan ditanya oleh publik dan
diminta memberi klarifikasi padahal yang celometan bukan beliau! Dan
kendati PJ nanti sudah menjelaskan pun, bukan tak mungkin pernyataan
beliau akan digoreng dan diadu lagi dengan para pembantunya. Inilah yg
kemudian bisa menyebabkan adanya kebalauan dalam komunikasi
(communication breakdown) yg membahayakan sistem manajemen pemerintahan.
Simak tautan ini:
http://politik.rmol.co/read/2015/07/20/210573/Simpang-Siur-Pernyataan-Pemerintah-Perlambat-Penanganan-Tolikara-
Monday, July 20, 2015
Home »
» PAK JOKOWI, PARA PEMBANTU BAPAK JANGAN BERBANTAH DI RUANG PUBLIK
0 comments:
Post a Comment