Dalam wawancara dg radio Sonora FM tadi pagi (3/07/15), saya ditanya berbagai hal terkait isu kocok ulang (reshuffle) Kabinet Kerja (KK) yg belakangan sangat gencar disuarakan banyak pihak, termasuk dan terutama oleh PDIP, partai pendukung dan pengusung utama Presiden Jokowi (PJ). Terkait dengan masalah itu, saya ditanya juga tentang gosip seputar Menteri BUMN, Rini Soemarno (RS) yang dikuyo-kuyo di media soal penghinaan terhadap PJ dg "bukti" sebuah rekaman. Wawancara yg singkat tersebut (20 menitan) tentu kurang elaboratif, tetapi ada baiknya saya kemukakan poin-2nya di sini.
Bagi saya, akar masalahnya ada pada sistem kepartaian yang sampai sekarang, setelah reformasi lebih dari 16 th ini, tidak pernah mengalami reformasi yang fundamental. Parpol, yg notabene adalah salah satu jangkar utama dari sistem politik demokratis di manapun di dunia ini, di Indonesia nyaris tak tersentuh. Kalaupun ada perubahan hanyalah tambal sulam (piecemeal) sehingga tidak pernah menyentuh akar persoalan dan terutama kompatibilitasnya dengan Presidensialisme yg dianut oleh UUD 1945.
Parpol di era reformasi ini nyaris tidak ada bedanya (kecuali jumlah dan nama-2nya) dengan parpol masa sebelumnya, khususnya dalam hal struktur dan fungsi mereka. Kendati secara formal pelembagaan parpol telah terbentuk dan bekerja, namun ketika diharapkan agar mereka menghasilkan sebuah produk berupa kinerja politik yg sesuai dengan amanat reformasi, maka mereka gagal. Justru sebaliknya, parpol kini menjadi mesin yang merusak sistem demokrasi dari dalam. Alih-alih parpol menjadi alat bagi konsolidasi da pendewasaan demokrasi di Indonesia, ia malah menggerogoti demokrasi bagai rayap menggerogoti batang pohon dari dalam.
Salah satu dampak dari sistem kepartaian yg inkompatibel itu adalah tidak pernah adanya parpol yang mampu menjadi pemenang mayoritas sejak Pemilu 1999. Kecenderungan yg ada justru semakin ke sini, pememnag Pemilu malah makin kecil. PDIP yg menjadi jawara pada Pileg 2014, misalnya, hanya mengantongi 19% suara pemilih nasional. Bagaimana mungkin partai pemenang seperti itu akan mampu mengontrol DPR dalam rangka memback-up Presiden yg diusungnya? Belum lagi kalau diperhitungkan kualitas anggota Parlemennya yg kian merosot kualitasnya, sehingga malah ada anggota FPDIP yg sering bekoar akan memakzulkan Presidennya sendiri!
Dan itu menjelaskan kenapa partai-2 seperti PDIP begitu ngebet berebut posisi Kabinet, kalau perlu menggunakan cara-cara yang kurang etis seperti gosip penghinaan thd PJ itu. Karena Pemerintah harus disokong koalisi agar safe di DPR, maka ia harus mengakomodasi parpol-2 pendukung. Jika ada anggota Kabinet yg dari luar parpol, mereka akan selalu dicari kesalahan dan kelemahan agar bisa dedepak dan digantikan. Padahal, kualitas Menteri-2 yg disusulkankan parpol itu seringkali dinilai tidak terlalu bagus oleh publik. Walhasil, Pemerintah akan menghadapi konundrum politik yg tak pernah usai, disebabkan oleh rebutan posisi Kabinet jan jabatan-2 strategis antar parpol. Tanpa ada Reformasi besar thd sistem kepartaian, maka ibaratnya sampai ada lebaran kuda pun Pemerintahan di negeri ini akan terus dirundung cekcok yg berasal dari ulah parpol dan politisi-2nya.
Simak tautan ini:
(http://www.rmol.co/read/2015/07/03/208745/Orang-orang-Mega-Ngebet-Reshuffle-)
0 comments:
Post a Comment