Saya kira, sebagai orang yg berlatar budaya Jawa, PJ tahu apa yang
disebut dengan istilah "tumbak cucukan" (tucuk). Ini adalah istilah yg
menggambarkan orang yang hobbinya mengadu domba, suka 'wadul' alias
lapor dengan tujuan membicarakan kejelekan orang lain. Dalam pewayangan,
sosok Sengkuni adalah 'tucuk' par excellence, yg memprovokasi pecahnya
perang saudara Kurawa dan Pandhawa itu. Jika seorang pemimpin mudah
terpengaruh oleh praktik-2 politik 'tucuk' maka akan membahayakan bukan
saja dirinya tetapi yg lebih dahsyat lagi adalah hancurnya tatanan,
sistem, atau orde yg ada. Maka, seorang pemimpin yg bijaksana harus
senantiasa waspada thd fenomena politik 'tucuk' ini. Dan tentu saja
harus melakukan langkah-langkah cepat dan tegas agar bahaya yang
ditimbulkannya segera bisa diatasi dan diredam.
Apa yg dinyatakan oleh Mensesneg tentang respon PJ merupakan indikasi bahwa beliau tidak terpengaruh oleh gosip yg bisa menciptakan rusaknya relasi antara pemimpin dan pembantunya. Sebab PJ telah melakukan proses evaluasi thd semua Menteri dan keputusan ttg reshuffle atau tidak thd sebagian dari mereka dan kapan dilakukan, adlh sepenuhnya di tangan beliau. Itulah yg disebut sebagai hak prerogatif Presiden secara konstitusional. Merecoki Presiden dengan praktik politik 'tucuk' ini bukan saja merupakan tindakan yg nista, tetapi justru bisa berbalik kepada si pelaku!.
Yg perlu diperhatikan oleh PJ adalah bagaimana agar Kabinetnya tidak kalut dan nglokro kinerjanya karena dampak gosip tsb. Saya kira sangat sah jika PJ memanggil Menteri-2 yg bersangkutan, baik yg menyebarkan maupun yg terkena gosip atau yang potensial akan menjadi sasaran gosip seperti itu. Peringatan keras mesti diberikan kepada pihak-2 yg masih keukeuh menyebarkannya. Dan jika masih ngeyel, perlu diberi sanksi, termasuk dipecat sebagai pembantu di Kabinet. Dalam ungkapan Jawa dikatakan "ojo nganti kriwikan dadi grojogan" (jangan sampai aliran air kecil menjadi besar). Jangan sampai gosip yg mula-mula kecil lantas berkembang menjadi persoalan besar dan berpotensi memberantakkan segalanya.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2015/06/30/10330181/Tahu.Nama.Menteri.yang.Mengecilkannya.Jokowi.Titip.Pesan.lewat.Mensesneg?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
Apa yg dinyatakan oleh Mensesneg tentang respon PJ merupakan indikasi bahwa beliau tidak terpengaruh oleh gosip yg bisa menciptakan rusaknya relasi antara pemimpin dan pembantunya. Sebab PJ telah melakukan proses evaluasi thd semua Menteri dan keputusan ttg reshuffle atau tidak thd sebagian dari mereka dan kapan dilakukan, adlh sepenuhnya di tangan beliau. Itulah yg disebut sebagai hak prerogatif Presiden secara konstitusional. Merecoki Presiden dengan praktik politik 'tucuk' ini bukan saja merupakan tindakan yg nista, tetapi justru bisa berbalik kepada si pelaku!.
Yg perlu diperhatikan oleh PJ adalah bagaimana agar Kabinetnya tidak kalut dan nglokro kinerjanya karena dampak gosip tsb. Saya kira sangat sah jika PJ memanggil Menteri-2 yg bersangkutan, baik yg menyebarkan maupun yg terkena gosip atau yang potensial akan menjadi sasaran gosip seperti itu. Peringatan keras mesti diberikan kepada pihak-2 yg masih keukeuh menyebarkannya. Dan jika masih ngeyel, perlu diberi sanksi, termasuk dipecat sebagai pembantu di Kabinet. Dalam ungkapan Jawa dikatakan "ojo nganti kriwikan dadi grojogan" (jangan sampai aliran air kecil menjadi besar). Jangan sampai gosip yg mula-mula kecil lantas berkembang menjadi persoalan besar dan berpotensi memberantakkan segalanya.
Simak tautan ini:
http://nasional.kompas.com/read/2015/06/30/10330181/Tahu.Nama.Menteri.yang.Mengecilkannya.Jokowi.Titip.Pesan.lewat.Mensesneg?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news
0 comments:
Post a Comment