Fakta yg disodorkan YS memang akurat, kendati saya belum sampai pada
kesimpulan yg sama mengenai soal kualitas kepemimpinan PJ. Saya lebih
melihat lemah dan mandulnya komunikasi strategis (KS) yg dimiliki
Pemerintah, dan ini dimulai dari Istana. Potensi kepemimpinan PJ saya
kira diakui masyarakat Indonesia, bahkan dunia sehingga beliau melaju
dari Walikota menjadi Presiden negeri yang sangat besar ini dalam tempo
yang sangat cepat. Namun, potensi kepemimpinan yg sehebat apapun tanpa
ditopang oleh KS yg juga efektif, bisa mengalami erosi dan bahkan
memukul balik. Dan selama 7 bulan terakhir ini, saya melihat aspek
inilah yg sangat kentara sehingga ikut memperlemah efektifitas manajemen
Pemerintahan PJ. Salah satu yg paling nyata adalah fakta bahwa Istana
tidak memiliki juru bicara yang handal dan mampu menjadi bukan hanya
corong PJ utk publik, tetapi juga bagian yang mampu memfilter arus
informasi strategis bagi beliau dan KK.
Lemahnya KS itu mengakibatkan kecenderungan para anggota Kabinet (yg notabene masih baru dan berasal dari parpol dan non-parpol) sering tidak sinkron dalam memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan serta publik umumnya, sehingga rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yg punya kepentingan berlawanan dg Pemerintah, khususnya Parlemen, parpol, dan komponen-2 dlm publik sendiri. Tambahan lagi peran media dan medsos dlm membentuk opini publik, yg dengan sangat mudah melakukan distorsi-distorsi informasi terkait kebijakan Pemerintah. Karena KS yg lemah, maka berbagai informasi terkait kebijakan publik yg mestinya sangat positif malah berubah menjadi sasaran 'tembak' dari media dan medsos. Kesan yg muncul adalah seakan-2 PJ kedodoran dalam masalah kontrol thd anak buah di KK.
Jika KS ini tdk segera dibenahi, saya khawatir bahwa pertanyaan dan gugatan seperti yg dlontarkan YS akan kian marak. Implikasinya adalah merosotnya tingkat keprcayaan publik thd kepemimpinan PJ, di samping efektifitas kinerja para anggota KK sendiri. Mumpung belum terlambat, Istana harus memperbaiki KS nya dengan segera dan secara komprehensif. Jika tdak, mau berapa kalipun PJ melakukan reshuffle Kabinet, tidak akan punya dampak yg signifikan, bahkan malah menjadi salah satu sumber konflik internal.
Simak tautan ini:
http://www.rmol.co/read/2015/06/27/207930/PAN:-Antar-Menteri-Beda-Pendapat,-Leadership-Jokowi-Patut-Dipertanyakan-
Lemahnya KS itu mengakibatkan kecenderungan para anggota Kabinet (yg notabene masih baru dan berasal dari parpol dan non-parpol) sering tidak sinkron dalam memberikan informasi kepada para pemangku kepentingan serta publik umumnya, sehingga rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yg punya kepentingan berlawanan dg Pemerintah, khususnya Parlemen, parpol, dan komponen-2 dlm publik sendiri. Tambahan lagi peran media dan medsos dlm membentuk opini publik, yg dengan sangat mudah melakukan distorsi-distorsi informasi terkait kebijakan Pemerintah. Karena KS yg lemah, maka berbagai informasi terkait kebijakan publik yg mestinya sangat positif malah berubah menjadi sasaran 'tembak' dari media dan medsos. Kesan yg muncul adalah seakan-2 PJ kedodoran dalam masalah kontrol thd anak buah di KK.
Jika KS ini tdk segera dibenahi, saya khawatir bahwa pertanyaan dan gugatan seperti yg dlontarkan YS akan kian marak. Implikasinya adalah merosotnya tingkat keprcayaan publik thd kepemimpinan PJ, di samping efektifitas kinerja para anggota KK sendiri. Mumpung belum terlambat, Istana harus memperbaiki KS nya dengan segera dan secara komprehensif. Jika tdak, mau berapa kalipun PJ melakukan reshuffle Kabinet, tidak akan punya dampak yg signifikan, bahkan malah menjadi salah satu sumber konflik internal.
Simak tautan ini:
http://www.rmol.co/read/2015/06/27/207930/PAN:-Antar-Menteri-Beda-Pendapat,-Leadership-Jokowi-Patut-Dipertanyakan-
0 comments:
Post a Comment