Cara beribadah puasa di berbagai negara tak terlepas dari lingkungan sosial dan budaya. Simak kabar tautan ini: di Inggris, beberapa sekolah membuat aturan melarang siswa anak-anak Muslim berpuasa dengan alasan akan mengganggu kesehatan mereka. Sebagai negara yang memiliki kemajemukan penduduk, dan kian meningkatnya jumlah ummat Islam di dalamnya, sangat logis jika ibadah puasa juga menjadi perhatian para pengambil kebijakan, baik pada tataran lokal maupun nasional di negeri itu. Mengakomodasi hak asasi warganegara yg beragama Islam tentu mesti dikaitkan dengan kondisi masyarakat dan lingkungan, sehingga kebijakan yg diambil kadang bisa menimbulkan interpretasi yg berbeda dan bahkan pro-kontra.
Kebijakan sekolah-sekolah utk melarang anak-anak berpuasa dg alasan kesehatan dan bahwa secara hukum Islam, anak-anak belum diwajibkan berpuasa, mungkin saja bertujuan baik dan sesuai dengan kondisi lingkungan. Misalnya fakta bahwa cuaca yang sangat panas dan durasi puasa yang sangat panjang (lebih dari 12 jam) di negara tsb dan kemampuan fisik anak-anak. Namun demikian ada juga pihak yang mengritik kebijakan tsb dengan argumen bahwa tidak diperlukan intervensi dari luar mengenai soal perlindungan terhadap anak-anak Muslim yg berpuasa. Dan jika kebijakan tsb tidak dijelaskan dan disosialisasikan dg lebih baik, ia malah menciptakan dan menyulut kecurigaan seakan-akan ada upaya sistematis utk melemahkan ummat Islam!
Kalau saya mengingat masa kecil, di desa saya ada kebiasaan anak-anak berpuasa secara bertingkat: puasa sampai jam 9.00 pagi, 11.00 pagi, 12.00 siang (dzuhur), 15.00 sore (ashar), dan akhirnya lengkap sampai magrib. Para orang tua tahu bagaimana kemampuan dan kekuatan anak-anaknya yg belum wajjib puasa itu, dan melatih sesuai kemampuan mereka. Ada kalanya anak-anak yg masih sangat belia, < 7 th misalnya, yg sudah 'berani' dan 'kuat' puasa sampai maghrib; ada juga yang belum. Saya sendiri mengikuti semua tahapan tersebut karena saya memang bukan termasuk anak yang berbadan sehat waktu kecil. Tidak ada yg memaksa dan merasa terpaksa. Anak saya pun dilatih secara bertahap dlm menjalankan berpuasa ketika masih kecil. Sehingga ibadah puasa bagi anak-anak menjadi hal yg tak terlalu memberatkan tetapi juga tetap khusyu' dilakukan. Kebijaksanaan lokal seperti ini, entah masih ada atau tidak, tetapi menurut hemat saya merupakan salah satu pendekatan pendidikan yg cukup efektif bagi anak-anak dlm menjalankan ibadah puasa.
Prinsipnya, beribadah puasa, sama dengan ibadah-ibadah lainnya, tidak harus membuat orang merasa berat apalagi merasa "terpaksa". Kesadaran diri dan keikhlasan merupakan komponen yang utama. Kebijakan-kebijakan yg mengatur peribadatan hendaknya juga demikian; ia tidak membuat peribadatan menjadi hal yang mengkhawatirkan, tetapi jangan sampai juga menjadi medan perselisihan.
Simak tautan ini:
http://www.washingtonpost.com/blogs/answer-sheet/wp/2015/06/13/muslim-students-banned-from-fasting-during-ramadan-at-four-british-schools/
0 comments:
Post a Comment