Novel Baswedan (NB) dan pengacaranya mengajukan tuntutan agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menyatakan penangkapan dan penahanannya oleh penyidik Badan Reserse dan Kriminalitas (Bareskrim) Polri (termohon) tidak sah. Konsekuensinya, sang termohon harus meminta maaf pada NB dan keluarga. Caranya, permintaan maaf itu dilakukan melalui baliho bertuliskan 'Kepolisian RI memohon maaf kepada Novel Baswedan dan keluarganya atas penangkapan dan penahanan yang tidak sah'." Dan Komjen Budi Waseso (BWs), Kabareskrim Polri, pun langsung bereaksi dg mengatakan "mengatakan tuntutan tersebut tak perlu dipenuhi."
Hemat saya, kalaupun seandainya peradilan nanti memenangkan gugatan NB, rasanya sanksi berupa permintaan maaf (dengan baliho dll) itu pun tidak akan dilakukan. Belum ada catatan sejarah di Republik ini di mana Polri meminta maaf secara terbuka dan vulgar semacam itu. Bahkan Hakim pun belum tentu punya nyali utk mengabulkan tuntutan yang seperti itu. Karena itu, saya memaknai pentingnya gugatan NB bukan pd pemenuhan tuntutan minta maaf yg demonstratif itu, tetapi lebih pada simbolisnya: perlawanan terhadap apa yang dianggap NB sebagai sebuah kriminalisasi terhadap dirinya karena posisinya sebagai penyidik KPK dan kiprahnya kerap bersinggungan dengan kasus-2 korupsi yang melibatkan elit Polri.
Sebagai warganegara dan sekaligus petugas negara, tentu NB punya hak penuh utk mengajukan gugatan praperadilan tsb. Sama juga halnya hak BWs utk memberikan pembelaan bahwa apa yg dilakukan anak buah dan lembaganya dapat dipertangungjawabkan secara hukum baik prosedural maupun substansial. Pengadilanlah yang akan memutuskan mana dari kedua pihak yg benar di mata hukum. Dalam sebuah masyarakat yang demokratis, perbedaan pandangan antara pihak pemohon dan termohon harus diselesaikan dalam sebuah proses peradilan yang terbuka dan fair. Hakim memegang posisi sangat penting karena putusannya bisa jadi akan melestarikan apa yg oleh NB dianggap sebagai kriminalisasi, atau memberikan peluang agar proses hukum yg fair bisa berlaku terhadapnya.
Walhasil, gugatan praperadilan NB thd Kabareskrim Polri juga merupakan sebuah ujian bagi lembaga peradilan, apakah ia mampu mewujudkan keadilan berdasarkan hukum atau sebaliknya. Putusan Hakim dalam pra peradilan ini akan sangat berdampak luas dan mendalam bagi upaya pemberantasan korupsi di mas yang akan datang, termasuk kiprah Polri dan KPK di dalamnya.
Simak tautan ini:
http://www.tempo.co/read/news/2015/05/06/063664001/Dituntut-Novel-Baswedan-Minta-Maaf-Budi-Waseso-Enggak-Perlu
0 comments:
Post a Comment