Semenjak Ngarso Dalem Sultan Hamengku Buwono X (HB X) mengeluarkan 'Sabda Raja", kontroversi atasnya telah muncul dan tampaknya tidak akan hanya terbatas di DIY saja. Dalam kondisi masyarakat terbuka dan informasi yang bebas seperti di Indonesia saat ini, masalah yang dulu dianggap tabu kini menjadi bebas utk dibicarakan. Termasuk urusa dalam Istana Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Apalagi jika masalah dalam ini ternyata bukan saja berdimensi kultural dan adat Keraton, tetapi juga berdimensi politik praktis, terutam masalah suksesi kepemimpinan politik yaitu Gubernur DIY.
HB X konon telah mengeluarkan Sabda Raja yg isinya cukup mengagetkan bayak pihak: bukan saja para sentono dalem dan abdi dalem, tetapi juga tokoh masyarakat sipil dan pejabat negara. Bukan saja di Yogya tetapi juga di Jakarta. Dan media pun kini kian meramaikan setelah sebagian dari kalangan Istana dan tokoh-2 itu bersikap negatif thd Sabda Raja tsb. HB X tampaknya sudah siap dg reaksi negatif tsb dan mengatakan dirinya akan menghadapi semua dan pada saatnya. Dua hal yg mencuat dalam kasus ini: 1) Status puteri pertama beliau sebagai Puteri Mahkota; dan 2) Melepas gelar "Khalifatullah" dan mengganti ama Buwono menjadi Bawono. Yg pertama bisa berimplikasi perubahan revolusioner dalam tataran kultural dan tradisi keraton yang patriarkal, serta suksesi posisi Gubernur DIY menurut perundangan yg berlaku. Yang kedua berimplikasi legitimasi moral dan budaya dari masyarakat Yogya thd Keraton dan lembaga kesultanan.
Pro kontra semacam ini pada akhirnya tentu akan menyeret peran Pemerintah pusat, kendati Wapres JK mengatakan Pemerintah menghormati keputusan Keraton. Namun pada saat yg sama Kemendagri sudah menyatakan hanya pria yang bisa jadi Gubernur DIY menurut UU. Selain itu jika pandanga tokoh-2 Islam di DIY cenderung negatif thd Sabda Raja tsbg, dilihat dari kacamata tradisi dan legitimasi moral, maka tentu akan menyeret kalangan masyarakat sipil yg luas.(http://nusantara.rmol.co/read/2015/05/07/201724/Sri-Sultan-Tak-Diakui-Sebagai-Ngarso-Dalem-dan-Gubernur-Yogya-).
Memang urusan internal Keraton bukan urusan Pemerintah. Tetapi akan sangat naif dan lebay jika ada yang menganggap bahwa Keraton dan HB X akan imun dari faktor-2 eksternal. Apalagi jika para pemangku kepentingan baik di dalam mupun di luar Keraton ternyata juga sangat kental dengan kepentingan-2 politik praktis. Sambil mengikuti perkembangannya, saya masih optimis bhw Ngarso Dalem HB X, sebagai seorang pemimpin yg memiliki wawasan mendalam dan luas serta lintas-budaya, tentu telah memperhitungkan implikasi-2 tsb sebelum membuat keputusan yang sangat fundamental tersebut. Semoga!
Simak tautan ini:
http://news.okezone.com/read/2015/05/07/340/1145991/sultan-hb-x-sabda-raja-yang-beredar-salah
0 comments:
Post a Comment